Brisbane (ANTARA News) - Klaim di sebuah laman Internet yang mengatasnamakan gembong teroris, Noordin M Top, bahwa mereka adalah pihak yang bertanggungjawab dalam ledakan bom di Mega Kuningan Jakarta 17 Juni lalu, mendapat perhatian media-media utama Australia.

Setidaknya dua jaringan media Australia, yakni "Australian Broadcasting Corporation" (ABC) dan media online "News.com.au" menyiarkan berita kemunculan pernyataan gembong teroris paling dicari Polri itu, Rabu.

Pernyataan tentang serangan di dua hotel mewah di kawasan Mega Kuningan Jakarta yang menewaskan sembilan orang, termasuk tiga warga negara Australia, dan melukai 55 orang lainnya itu muncul di sebuah blog yang diklaim pemiliknya sebagai pernyataan resmi Noordin dari organisasi Al Qaida Indonesia.

Kedua media Australia yang melansir isi blog tersebut menyebutkan pengeboman di Hotel JW Marriott adalah serangan terhadap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Amerika Serikat (AS), sedangkan serangan di Ritz-Carlton ditujukan kepada antek-antek AS yang mengunjungi hotel itu, termasuk tim sepakbola Manchester United.

Disebutkan otentisitas isi pernyataan yang mengatasnamakan Noordin M Top itu sedang diselidiki Polri.

Serangan teroris tersebut menuai kecaman pemerintah dan rakyat Indonesia serta banyak pemimpin dunia.

Presiden Perhimpunan Masyarakat Muslim Indonesia di Brisbane (IISB) Eko Andi Suryo misalnya mengutuk dengan keras mereka yang terlibat dalam aksi kejahatan kemanusiaan ini seraya menyampaikan belasungkawa kepada para korban dan keluarga korban.

"Kami meminta pihak yang berwajib mengusut tuntas pelaku pengeboman ini dan memberikan hukuman yang setimpal," katanya dalam pernyataan resmi organisasi itu.

Kecaman dan kutukan juga disampaikan komunitas mahasiswa Indonesia di Australia melalui Presiden Pengurus Pusat Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) Mohamad Fahmi dan Presiden Pusat Informasi dan Pelayanan Partai Keadilan Sejahtera Australia-Selandia Baru (PIP PKS ANZ) Muhamad Arifin.

Arifin menyebut tragedi 17 Juli itu sebagai aksi tidak berprikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai-nilai agama mana pun di muka bumi.

"Tragedi ini juga kembali merusak citra bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab di mata internasional," katanya.

Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu Primo Alui Joelianto menyebut serangan teroris di Jakarta itu sebagai "aksi biadab dan tak berprikemanusiaan". Ia pun menyerukan kerja sama yang lebih erat dengan pemerintah Australia dalam menumpas bahaya terorisme.

Di antara sembilan orang korban yang tewas dalam serangan bom bunuh diri di dua hotel mewah itu adalah tiga warga negara Australia. Mereka adalah pengusaha asal Perth, Nathan Verity, Craig Senger (diplomat dari Komisi Perdagangan Australia) dan Garth McEvoy (pegawai Industri Pertambangan asal Brisbane).

Sebelum serangan pemboman tersebut, Indonesia sempat relatif aman dari insiden terorisme selepas Bom Bali 2005.

Sejak aksi serangan sejumlah gereja di malam Natal tahun 2000, Indonesia mengalami serangkaian insiden terorisme. Setahun setelah serangan kelompok teroris ke New York dan Washington DC, Amerika Serikat, pada 11 September 2001, Bali diserang kelompok Amrozi dkk pada Oktober 2002.

Dalam insiden itu, sebanyak 202 orang tewas, termasuk 88 orang warga Australia yang sedang berlibur di Pulau Dewata tersebut. Seterusnya terjadi serangan mematikan di Hotel JW Marriott pada 2003, dan serangan terhadap Kedubes Australia di Jakarta (2004). *
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009