Kayunya harus kita kelola dengan benar, jangan sampai kita salah lagi seperti beberapa puluh tahun yang lalu
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menekankan pentingnya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) terkait pengelolaan produk hutan berkelanjutan guna memenuhi permintaan pasar ekspor atas legalitas kayu berkualitas.

Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengelolaan Produk Hutan Berkelanjutan yang digelar Jumat (22/5), Luhut mengatakan SVLK merupakan perwujudan good forest governance di pasar internasional, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Korea, Australia, dan China.

"Kayunya harus kita kelola dengan benar, jangan sampai kita salah lagi seperti beberapa puluh tahun yang lalu," kata Luhut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Luhut menambahkan ketentuan luas penampang kayu produk industri kehutanan juga harus dapat memenuhi permintaan negara tujuan ekspor dan meningkatkan efisiensi bahan baku, serta harga jual.

Baca juga: Pembangunan ibu kota baru diusulkan pakai kayu bersertifikat SVLK

Untuk luas penampang kayu Plt Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Maritim dan Investasi Nani Hendiarti menjelaskan sejak terbitnya SVLK, legalitas kayu Indonesia sudah mulai dipercaya. Hal itu terlihat dari data tahun 2013 hingga 2019 ekspor produk industri kehutanan meningkat, yang mengubah citra buruk pada pengelolaan hutan di Indonesia.

"Ekspor kayu olahan dikelompokkan kayu merbau dan non-merbau, di mana kontribusi volume kayu merbau ini persentasenya sebenarnya relatif kecil dibanding dengan non-merbau," jelas Nani.

Lebih lanjut Nani menjelaskan optimalisasi pemanfaatan kayu dengan adanya kebijakan sekarang untuk meranti dengan ukuran luas penampang kayunya 4.000 mm persegi dan merbau 10.000 mm persegi ini nilainya masih relatif.

"Ini bisa ditingkatkan jika kita menyetujui menjadi 15.000 mm persegi," katanya.

Terkait hal ini aspek perluasan ukuran penampang kayu secara ekonomi bisa meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu hutan alam dan mendorong peningkatan produksi IUPHHK-HA. Selain itu bisa mendorong juga ketersediaan bahan baku bagi IKM berupa produk kayu gergajian dari 33 persen menjadi 45 persen.

Baca juga: HIMKI minta pemerintah hapus SVLK

"Ini menambah peluang bagi IKM. Namun pengawasan dan pengendalian ini memang perlu penyempurnaan sistem dan pelaksanaan lapangan perlu ditingkatkan," ujarnya.

Sementara itu Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan pemberlakukan SVLK bersifat mandatori pada industri pengolahan kayu hulu dan bersifat voluntary (sukarela) pada industri pengolahan kayu hilir.

Pihaknya akan mencari solusi atas prosedur dan biaya pengurusan yang panjang dan mahal.

Baca juga: FAO bantu pengrajin kayu Jepara urus sertifikasi ramah lingkungan

Namun untuk perluasan ukuran penampang kayu, Agus khawatir apabila ukuran penampang terlalu besar dan jenis kayunya juga diperbanyak maka akan mengganggu ketersediaan bahan baku dan daya saing dari industri hilir.

Sementara itu, Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono mengatakan pihaknya akan membuat aturan pelaksanaan SVLK yang mudah dan murah serta insentif untuk industri IKM/UKM.

Baca juga: Kerja sama Indonesia-UE jadi contoh perangi perdagangan kayu ilegal



 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020