Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Apfindo) meminta pemerintah serius melindungi industri ternak unggas dalam negeri untuk mengatasi masuknya produk daging ayam impor.

Direktur Eksekutif Apfindo, Teguh Boediyana di Jakarta, Jumat, mengatakan, industri peternakan ayam, terutama ayam ras di dalam negeri melibatkan banyak peternak skala kecil baik dari hulu hingga hilirnya.

"Selain itu, Indonesia sudah mencapai swasembada daging ayam. Mau tak mau pemerintah harus melindungi di dalam negeri," katanya.

Hal itu dikatakannya menanggapi dugaan masuknya kembali daging paha ayam (chicken leg quarter) dari luar yang beberapa tahun lalu sempat dilarang pemerintah.

Ada banyak langkah untuk melindungi peternakan ayam dalam negeri, lanjutnya, yakni melalui kebijakan tarif barrier, non tarif barrier maupun ketentuan sanitary and phytosanitary (SPS).

Teguh yang juga Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) itu menjelaskan tarif barrier atau hambatan tarif yakni mengenakan bea masuk yang tinggi terhadap produk impor.

Sedangkan non tarif barrier atau hambatan non tarif bisa dilakukan dengan pengenaan persyaratan tertentu seperti kehalalan produk yang dimasukkan ke dalam negeri.

Namun, menurut dia, dalam era perdagangan bebas saat ini sulit untuk menerapkan kebijakan tarif barrier maupun non barrier sulit dilakukan karena hal itu bisa dinilai bertentangan dengan ketentuan WTO.

"Oleh karena itu satu-satunya langkah yang masih bisa dilakukan pemerintah untuk melindungi industri ternak ayam dalam negeri yakni persyaratan SPS," katanya.

Ketentuan SPS tersebut, lanjutnya, juga banyak diterapkan oleh negara-negara maju untuk menjaga masuknya produk impor ke wilayah mereka.

Selain itu, menurut dia, industri peternakan unggas di dalam negeri juga perlu meningkatkan efisiensi sehingga memiliki daya saing yang lebih dibandingkan produk negara lain.

Dia mencontohkan, harga daging ayam dari Brasil merupakan yang paling murah di dunia karena industri peternakan mereka sudah sangat efisien.

"Kalau sampai mereka masuk kita tidak memiliki instrumen untuk melindungi peternakan dalam negeri maka akan hancur," katanya.

Terlebih lagi, lanjutnya, pada 2020 dunia akan memasuki perdagangan tunggal atau unitrade sehingga sulit membendung masuknya produk impor ke dalam negeri.

"Kita masih punya waktu 10 tahun untuk membendung produk impor dan mempersiapkan diri menghadapi unitrade," katanya.  (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009