Makassar (ANTARA) - Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Priyanto, menyatakan, pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2020 di masa pandemi Covid-19 dinilai sangat berisiko dan rawan kecurangan serta berpotensi terjadi praktik politik uang secara masif.

"Pelaksanaan Pilkada pada masa pandemi Covid-19 sangat berisiko. Ini sepertinya pengambil keputusan tidak memperhatikan kepentingan substantif rakyat pemilih (demos), sebagai pemilik kedaulatan yang sesungguhnya," ujar dia, saat dihubungi di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.

Menurut dia, Pilkada serentak di 12 kabupaten/kota di sana, termasuk Makassar tentu menyimpan sejumlah permasalahan dan banyak kepentingan sehingga menjadi perhatian dari para kandidat untuk bersaing memperebutkan kekuasaan itu.

Baca juga: Pengamat: Pilkada di tengah COVID-19 rawan politik uang

Selain itu, masyarakat di Makassar juga sedang bertaruh dengan keselamatan jiwanya pada masa pandemi sekaligus juga berjuang memulihkan perekonomian.

Keputusan untuk melanjutkan tahapan-tahap Pilkada, kata dia, akan memicu praktik kecurangan dan malpraktik Pilkada karena memaksakan rekayasa pemilu dalam situasi non bencana alam.

"Kalaupun itu tetap di lakukan, bisa dipastikan Pilkada serentak ini produk cacat demokrasi, atau tidak berkualitas dan penuh pelanggaran," kata dia.

Baca juga: KPU Makassar siapkan sosialisasi virtual di tengah pandemi COVID-19

Selain itu, dari sisi pengawasan akan sulit untuk berjalan optimal, sehingga sangat terbuka bagi para kandidat akan memanfaatkan pragmatisme pemilih, yang terdampak secara sosial ekonomi.

"Modus kecurangan sangat berpotensi seperti pembagian bantuan sosial hingga politik uang, sangat terbuka dalam suasana 'demand-side' yang meningkat pada satu sisi dan lemahnya pengawasan pada sisi lain," kata dia.

Baca juga: KPU Makassar sikapi keputusan penundaan pilkada serentak

"Kita tidak menolak Pilkada serentak sebagai bagian dari agenda demokratisasi politik, tetapi hanya butuh masa adaptasi yang cukup, untuk melanjutkan tahapan-tahapan itu setelah status darurat bencana ini dicabut," katanya. 

Aturan teknis penyelenggara berupa Peraturan KPU Nomor 5/2020, kata dia, harus memastikan pelembagaan protokol kesehatan di setiap aktivitas Pilkada. Termasuk mekanisme sanksi bagi pihak yang melanggar secara proporsional dan adil.

Baca juga: KPU Makassar batasi sosialisasi Pilkada 2020 antisipasi COVID-19

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020