Yogyakarta (ANTARA) - Dosen Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada Bayu Suparta mengembangkan alat pendeteksi COVID-19 dengan teknologi radiografi digital.

"Alat radiografi digital bisa membuktikan terkena virus atau tidak jika dilihat dari struktur paru-parunya. Bila terkena virus corona maka paru-parunya menjadi rusak. Intinya lewat radiografi, signifikansinya sampai 95 persen," kata Bayu Suparta melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Kamis.

Baca juga: Pemprov Jatim dukung penelitian Unair temukan obat penawar COVID-19

Menurut Bayu, tidak semua rumah sakit memiliki alat radiografi digital. Dari 3.000-an rumah sakit di Indonesia, selama ini hanya rumah sakit tipe A yang mendapat bantuan alat ini dari pemerintah.

"Bisa diprediksi alat radiografi digital sangat sedikit sehingga menjadi motivasi besar saya sejak lama melakukan riset alat radiografi digital dengan harga bisa dijangkau," kata dia.

Baca juga: Peneliti Unair temukan potensi Stem Cell sebagai obat COVID-19

Hingga saat ini, kata Bayu, sudah ada tiga alat radiografi digital buatannya yang sudah diproduksi untuk keperluan mendapatkan izin produksi, izin edar, dan uji coba ke pengguna.

Menggunakan merek Madeena atau Made in Ina (Indonesia), alat ini sudah dipakai di rumah sakit Tabanan Bali. Selanjutnya dua alat yang lain digunakan sebagai syarat tahapan proses mendapatkan izin produksi massal.

Baca juga: Riset di UB, sinar UV bisa bersihkan udara dari virus corona

"Soal hilirisasi dan komersial sepenuhnya saya serahkan ke pemerintah dan stakeholder bidang kesehatan. Kita sudah mengajukan izin produksi dan izin edar. Apalagi, Presiden sudah meminta untuk produk inovasi monitoring COVID dipermudah izinnya," kata dia.

Soal kemampuan deteksi COVID-19, Bayu berkeyakinan alat buatannya sangat mampu menentukan dan mengidentifikasi untuk prognosis pasien yang terkena COVID. Bahkan, dalam operasional alat tersebut menurutnya sangat adaptif dengan teknologi 4.0 dan aman bagi pasien dan tenaga medis.

"Sangat aman bagi pasien karena dosis radiasi dibuat serendah mungkin. Alat ini dikontrol dengan komputer, lalu sinar X memancarkan ke tubuh pasien, terusan radiasi ditangkap detektor dan dihubungkan ke layar monitor, lalu diolah radiografer diberikan ke tenaga fisika medik. Setelah itu, akan transfer ke dokter secara digital sesuai permintaan," katanya.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020