Namun, yang menjadi masalah berkaitan dengan Perpres ini adalah sampai saat ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang seharusnya diterbitkan oleh Kemenkeu belum ada
Jakarta (ANTARA) - Manajemen PT Hutama Karya (Persero) mengharapkan pencairan utang pemerintah sebesar Rp1,88 triliun dapat segera terealisasi demi menjaga operasional perseroan.

Direktur Utama Hutama Karya Budi Harto menyampaikan bahwa pencairan utang pemerintah terkendala karena adanya perubahan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2020 tentang Pendanaan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

"Namun, yang menjadi masalah berkaitan dengan Perpres ini adalah sampai saat ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang seharusnya diterbitkan oleh Kemenkeu belum ada, sehingga yang sebelumnya kami diverifikasi BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), kini di Kemenkeu belum diverifikasi," ujar Budi Harto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Rabu.

Ia mengharapkan Perpres itu dapat segera efektif sehingga perseroan dapat meraih dana talangan yang sudah dikeluarkan sebelumnya.

Baca juga: Hutama Karya: PMN Rp7,5 triliun akan digunakan sesuai Perpres

Baca juga: Hutama Karya terbitkan obligasi global 600 juta dolar AS


"Yang kami harapkan bahwa Perpres itu segera efektif sehingga kami bisa mendapatkan penggantian dana talangan yang sudah lama kami keluarkan sehingga operasional kami tidak terganggu," ucapnya.

Ia memaparkan pemerintah masih memiliki utang kepada perseroan sebesar Rp1,88 triliun sejak 2016 hingga 2020 untuk pembelian lahan proyek jalan tol. Perseroan sudah menggunakan dana senilai Rp8,01 triliun, sementara yang sudah dibayarkan pemerintah sebesar Rp6,13 triliun.

Ia merinci pada 2016 total utang pemerintah kepada Hutama Karya mencapai Rp116 miliar. Lalu pada 2017 sebesar Rp761 miliar. Kemudian pada 2018 sebesar Rp142 miliar, pada 2019 sebesar Rp494 miliar, dan pada tahun ini sebesar Rp369 miliar.

"Untuk mendapatkan dana sebesar Rp8,01 triliun itu, sebenarnya kami juga menanggung selisih cost of fund sebesar Rp959 miliar, tapi kami hanya mendapat penggantian dari pemerintah sebesar Rp466 miliar sehingga kami masih tekor Rp493 miliar," paparnya.

Baca juga: Utang Rp2,61 triliun, Bulog minta pemerintah lakukan pelunasan

Baca juga: Pupuk Indonesia catat pemerintah utang subsidi Rp17,1 triliun


 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020