Padang, (ANTARA) - Puluhan orang tua siswa di Padang mengadu ke Ombudsman perwakilan Sumatera Barat karena anaknya dinyatakan tidak lulus dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Menurut Kepala Ombudsman perwakilan Sumbar Yefri Heriani di Padang, Selasa, yang paling banyak dilaporkan adalah masyarakat yang rumahnya dalam zonasi atau lebih dekat dari sekolah tapi tidak lulus.

Selain itu masyarakat merasa dirugikan dengan ketentuan PPDB yang menyatakan bahwa saat jarak rumah ke sekolah sama, maka penentuan kelulusan dengan melihat usia yang paling tua.

Mereka merasa ketentuan ini tidak adil, jadi melapor ke Ombudsman. Padahal, menurut mereka selisih umur hanya satu atau dua bulan saja.

Baca juga: Legislator: Serahkan pengelolaan PPDB Sumbar kepada pihak ketiga

Baca juga: Puluhan wali murid datangi kantor DPRD protes PPDB zonasi di Padang


Ombudsman menilai panitia memang harus berhati-hati dalam memvalidasi jarak rumah calon siswa dan sekolah.

Tahun ini, sesuai ketentuan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB, salah satu jalur yang diterima adalah zonasi. Kelulusan ditentukan oleh jarak rumah dengan sekolah, bukan nilai UN.

"Namun, hal itu harus diverifikasi secara ketat dan teliti. Agar tidak merugikan masyarakat," ujarnya.

Jadi sebelum pengumuman resmi dan dan saat uji publik atau pengumuman sementara telah berjalan di website, kesempatan itu benar-benar digunakan untuk memeriksa satu-satu kelulusan siswa, terutama jarak rumah tadi itu.

"Apalagi, bukan tidak mungkin, ada oknum yang memalsukan KK atau Surat Keterangan Domisili hal itu, bisa saja terjadi," ujarnya.

Karena itu, layanan pengaduan internal dan informasi harus bekerja maksimal, semua dicatat dan direspon dengan baik.

Kalau tidak, kami yakin gelombang protes akan menjadi. Karena mereka merasa tidak didengar, lanjut dia.

Khususnya untuk Kota Padang, Pemerintah Kota sudah harus memikirkan alternatif solusi, karena daya tampung sekolah negeri yang sangat terbatas.

Ia menyampaikan laporan yang masuk ke Ombudsman, akan segera mendapat respon atau tindak lanjut.

Satu persatu, berdasarkan laporan yang masuk jarak rumah dan sekolah akan kita uji dengan data yang dimiliki oleh Panitia PPDB, kata dia.

Dinas Pendidikan (Disdik) Padang perlu memberikan penjelasan tentang keluhan orang tua siswa mengenai sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri melalui jalur zonasi yang mempertimbangkan umur di Kota Padang.

Sementara Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Habibul Fuadi mengatakan PPDB tahun ini memang mengalami sedikit perubahan dengan sistem pada tahun sebelumnya.

Menurutnya, hal itu berdasarkan peraturan Mendikbud RI Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.

"Pengukuran jarak dari rumah ke sekolah merupakan pertimbangan utama. Namun, jika jaraknya sama, maka pertimbangan selanjutnya adalah umur," kata dia.

Hal itu tercantum dalam pasal 25 ayat 2 yaitu jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota atau daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.

Ia mengakui peraturan tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat seperti yang terjadi pada saat ini.

Namun, hal Itu sudah jelas diatur dalam Permendikbud, sehingga Disdik Padang berpedoman pada regulasi yang ditentukan secara nasional dalam peraturan Menteri Pendidikan.

Lebih lanjut, ia mengatakan untuk pengumuman PPDB tahap kedua tetap akan diumumkan pada Rabu (8/7) sesuai dengan ketetapan yang sudah ada.

"Untuk solusi terhadap wali murid yang protes, kami akan melakukan pembahasan bersama Legislator Padang nantinya," ujar dia.*

Baca juga: Komisi V DPRD rekomendasikan jadwal PPDB Sumbar ditambah dua hari

Baca juga: 37 pelajar di Padang masuk SMP lewat jalur hafalan Al Quran

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020