Kalau hukuman inkrah atas perkara 'cessie' Bank Bali 'kan sudah divonis 2 tahun. Akan tetapi, pelarian dan proses dia masuk ke Indonesia mestinya menjadi perkara baru.
Jakarta (ANTARA) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memastikan akan mengawasi proses hukum terhadap terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra yang baru saja ditangkap di Malaysia.

Siaran pers DPD RI yang diterima di Jakarta, Jumat, menyebutkan bahwa grup WhatsApp Senator DPD RI, Kamis (30/7) malam, tiba-tiba marak dengan komentar para senator seputar penangkapan buronan koruptor Djoko Tjandra meski mereka sedang reses di daerah.

Beragam pendapat disampaikan, mulai apresiasi terhadap Kabareskrim Polri Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo, pengawasan yang dilakukan DPD dalam proses hukum yang berjalan, hingga usulan agar Djoko Tjandra dijerat dengan pasal berlapis.

Baca juga: MPR: Polri tunjukan sikap promoter setelah tangkap Djoko Tjandra

Apresiasi disampaikan oleh Wakil Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi atas operasi senyap yang dipimpin Kabareskrim Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo pada malam takbiran Iduladha 1441 Hijriah dengan menjemput langsung Djoko Tjandra dari Malaysia, Kamis (30/7) malam.

Bahkan, senator asal Aceh itu memastikan Komite I akan melakukan fungsi pengawasan terhadap proses hukum kasus tersebut.

"Ini membuktikan keseriusan institusi kepolisian dalam menjalankan perintah Presiden. Ini patut diacungi jempol. Kami dari Komite I akan melakukan fungsi pengawasan atas proses ini agar tuntas," katanya menegaskan.

Anggota DPD asal Lampung Bustami Zainudin dalam komentarnya berharap polisi menjerat Djoko Tjandra dengan pasal berlapis, bukan sekadar menyerahkan kepada kejaksaan untuk menjalani eksekusi hukuman atas perkara cessie Bank Bali saja.

"Kalau hukuman inkrah atas perkara cessie Bank Bali 'kan sudah divonis 2 tahun. Akan tetapi, pelarian dan proses dia masuk ke Indonesia mestinya menjadi perkara baru," kata Bustami.

Minimal, lanjut Bustami, dengan menerapkan pasal tentang pemalsuan dokumen dan suap sebab pemalsuan yang dilakukan Djoko Tjandra yang dibantu para pihak bisa dijerat dengan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara.

Baca juga: Kapolri: Penangkapan Djoko Tjandra bentuk komitmen Polri

Selain itu, lanjut dia, juga bisa dengan KUHP Pasal 263 tentang Pemalsuan Dokumen.

"Perlu dikembangkan ke pasal suap terhadap pejabat yang menerima suap dari yang bersangkutan," katanya.

Senator asal Bangka Belitung Alexander Fransiscus menilai sosok Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo layak untuk menjadi kandidat kuat penerus tongkat komando Kapolri Jenderal Pol. Idham Aziz yang akan memasuki usia pensiun.

"Bagi kami warga Babel, sosok Pak Sigit punya jasa dalam melakukan perbaikan tata kelola pertambangan timah yang beberapa waktu lalu kami laporkan atas dugaan kartel dan monopoli. Sekarang sudah mulai ke arah perbaikan di sini. Ini menjadi catatan kami di sini," ungkap Alex.

Pendapat lainnya, disampaikan oleh Wakil Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin yang menilai saatnya bagi Presiden RI Joko Widodo untuk melakukan evaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait dalam kasus ini, mulai dari kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen Imigrasi), dan Badan Intelijen Negara (BIN).

"Evaluasi ini penting agar ke depan tidak terjadi kasus serupa. Jika terjadi, jangan menunggu Presiden perintahkan, tetapi sudah otomatis terantisipasi dan tergagalkan," pungkas Sultan.

Baca juga: Yasonna: Penangkapan Djoko Tjandra jadi momentum penegakan hukum

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020