Jakarta (ANTARA) - Program Organisasi Penggerak (POP) dan Program Guru Penggerak yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dinilai mampu mendorong percepatan kemampuan adaptasi para pendidik terhadap berbagai situasi sulit.

"Salah satu manfaat kedua program itu adalah percepatan adaptasi guru dan tenaga kependidikan dalam menjalankan kurikulum darurat saat pandemi COVID-19," ujar Inisiator Jaringan Pendidikan Alternatif dan Jaringan Pendidikan Anak Merdeka, Monika Irayati, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Anggota DPR usulkan anggaran POP dialihkan untuk internet gratis siswa

Dia menjelaskan salah satu tantangan terbesar pendidikan Indonesia saat ini adalah perbedaan pemahaman dan kapasitas yang ada di masing-masing sekolah dan guru.

"POP dan Guru Penggerak merupakan hal yang sangat dibutuhkan agar transformasi menuju sistem pendidikan yang berpusat pada anak bisa terjadi," kata Monika.

Monika mengakui telah ada upaya Kemendikbud membantu sekolah, guru, dan orangtua di saat pandemi dengan memberikan pedoman pembelajaran jarak jauh dan opsi penyesuaian kurikulum.

Opsi yang disiapkan adalah mengikuti Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat sesuai pedoman Kemendikbud, dan Kurikulum Mandiri yang disusun sekolah.

Monika menilai kondisi pandemi akan mengakselerasi transformasi menuju Pendidikan yang Memerdekakan yang berorientasi kepada anak. "Ini merupakan esensi dari perjuangan para pegiat pendidikan progresif,” paparnya.

Baca juga: KPK: Proses verifikasi POP kurang memadai

Baca juga: POP tuai polemik, Nadiem: Program ini harus maju


Selama ini, katanya, transformasi pendidikan seringkali terhambat oleh perbedaan situasi dan kondisi sekolah. Para guru dan pendidik sebelumnya terbiasa mengikuti satu aturan dan satu perintah yang menyeragamkan. Para guru terbiasa bekerja dengan petunjuk teknis sesuai arahan dari pusat.

Padahal, pada masa pandemi dengan situasi dan kondisi masing-masing berbeda, penyeragaman tidak mungkin dilakukan.

Monika menjelaskan dalam situasi saat ini yang terpenting adalah anak bisa belajar hal-hal yang lebih fundamental, seperti belajar hidup, melakukan pekerjaan serta projek yang bermakna bagi kehidupannya dan masyarakat sekitarnya.

"Dalam implementasinya, hal ini akan sangat menantang karena sekolah dan guru tidak terbiasa secara mandiri adaptif terhadap kebutuhan lingkungan maupun anak,” kata dia.

POP dan Guru Penggerak, kata Monika, diharapkan mampu mendorong pendidikan yang memerdekakan atau pendidikan modern yang sesuai kebutuhan saat ini. Pendidikan yang ramah terhadap perbedaan dan kebutuhan belajar setiap anak serta bertujuan membuat anak menjadi pembelajar yang mandiri dan adaptif terhadap perubahan.

Sebelumnya, Kemendikbud meluncurkan POP sebagai bagian dari Kebijakan Merdeka Belajar. Melalui kedua program tersebut, Kemendikbud berupaya mempercepat transformasi pendidikan dengan cara menggandeng organisasi masyarakat, guru-guru potensial, dan komunitas di bidang pendidikan.

Baca juga: KPK tindaklanjuti polemik Program Organisasi Penggerak dengan kajian

Baca juga: Keputusan Muhammadiyah bulat soal POP Kemendikbud


POP dimulai pada Januari 2021, sedangkan Guru Penggerak saat ini sedang dalam proses pendaftaran.

Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Firdaus Habibi, mengatakan kemerdekaan yang diberikan kepada guru akan memberi peluang mereka saling belajar satu sama lain. Tugas guru nantinya tidak hanya memberikan nilai mata pelajaran, tetapi lebih dari itu menanamkan nilai karakter dan budi pekerti.

"Jadi, tugas guru bukan hanya sebagai pendidik yang mengajarkan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai positif kepada siswa tentang kebersamaan, tanggung jawab, tolong menolong, dan saling menghargai. Peran guru sebagai penggerak ada di situ," kata Firdaus.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020