Jakarta (ANTARA News) - Perekayasa di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Safriadi, telah mempresentasikan mengenai pemanfaatan minyak bekas penggorengan (jelantah) sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan untuk kompor masak.

Dalam IPTEK VOICE di web site Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik, Minggu, Safriadi menjelaskan, bahan bakar dari limbah minyak penggorengan atau yang sering kita sebut "jelantah" itu termasuk dalam kelompok sumber energi dari nabati yaitu biodiesel.

Menurutnya, sejak 2004 BPPT sudah melakukan subsitusi bahan bakar minyak tanah, karena pada saat itu harga BBM naik, harga minyak bumi juga naik. BPPT telah mencoba membuat kompor berbahan bakar nabati yakni minyak bakar jelantah.

Sumber energi itu bisa dimanfaatkan ditengah kelangkaan elpiji yang kadang terjadi, harga minyak tanah yang melambung, serta tidak tersedianya minyak jarak yang selama ini telah dipromosikan oleh pemerintah.

Penggunaan jelantah sebagai bahan bakar berdampak positif, karena jika dibuang minyak jelantah bisa mencemari lingkungan dan jika dipakai berulang 3 hingga 4 kali akan memicu penyakit kanker.

Kandungan asam lemak bebas/jenuh (ALB) yang sangat tinggi pada minyak jelantah juga bisa menyebabkan kolesterol, hipertensi, kanker dan penyumbatan peredaran darah bagi penggunanya.

Jenis formulasi yang terkandung dalam minyak jelantah itu tidak larut dalam air dan dapat mencemari lingkungan bila dibuang ke dalam air dan tanah.

Limbah minyak goreng (weste of vegetable oil) memiliki potensi sebagai alternatif energi bahan bakar nabati yang ramah lingkungan dan mampu menurunkan 100% emisi gas buangan Sulfur dan CO2 serta CO sampai dengan 50%, katanya.

Biodiesel dari limbah penggorengan ini mampu mengurangi pencemaran air, tanah, dan udara, sehingga mendukung program pemerintah tentang pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan, sesuai Inpres No.1 tahun 2006.

Kompor berbahan bakar minyak jelantah ini memiliki keseimbangan karbon diokasida netral sehingga tidak berisiko meledak, meski pembakaran tidak terkendali api kadang-kadang membesar.

Minyak jelantah akan meledak atau terbakar jika suhunya mencapai 300 derajat celcius keatas. "Kami mengharapkan ini bisa dimanfaatkan untuk masyarakat, teknologi ini bukan baru, BPPT hanya memodifikasi tempat pembakaran saja," jelasnya.

Ia dan BPPT hanya memodifikasi tempat pembakarannya agar minyak jelantah yang kekentalan tinggi bisa terbakar dengan baik.

(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010