Pembangunan infrastruktur akan memunculkan pusat-pusat ekonomi baru
Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden menyatakan, melihat adanya perbaikan ekonomi nasional yang terjadi pada akhir kuartal III 2020, jauh lebih penting dibandingkan langsung menyebutnya dengan resesi.

"Tanpa bermaksud meremehkan resesi, saya melihat adanya perbaikan pada pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga jauh lebih penting,” kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian Bidang Ekonomi Kantor Staf Presiden, Edy Priyono dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.

Edy mengatakan pada dasarnya perekonomian disebut mengalami resesi manakala mengalami minus dua kuartal berturut-turut.

Sejauh ini pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tahun ini masih mengalami kontraksi antara nol hingga minus dua persen.

Angka ini sebagai kelanjutan rapor pada kuartal sebelumnya yang minus 5,32 persen.

Jika hingga akhir September hasil minus itu benar terjadi, maka dua kuartal secara berturut pertumbuhan ekonomi Indonesia minus. Para ekonom menyebutnya sebagai resesi.

"Sepintas, definisi resesi itu memberi kesan mengkhawatirkan. Namun kalaupun itu terjadi, bukan berarti sebuah kiamat. Rapor merah yang terjadi di Inonesia minusnya relatif kecil jika dibandingkan jiran Indonesia," kata dia.

Dia mencontohkan, Singapura misalnya, pada kuartal dua kemarin mendapat minus 42,9 persen. Tak terkecuali Malaysia yang mendapat angka minus 17,1 persen.

Bahkan Amerika Serikat harus menerima pil pahit dengan kontraksi mencapai minus 32,9 persen.

Menurut Edy, jika capaian kuartal ketiga ini lebih baik dibandingkan durasi sebelumnya, maka lebih baik menyebut Indonesia berhasil menunjukkan upaya perbaikan, daripada langsung menyebutnya sebagai resesi.

"Dan kondisi itu akan sangat menentukan langkah Indonesia ke depan menuju pemulihan ekonomi," jelasnya.

Sejalan dengan hal itu, kata dia, Kantor Staf Presiden sejak dua bulan lalu terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang besarnya Rp695 triliun.

Bahkan, Edy menambahkan, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko telah mengintruksikan pembentukan tim kecil untuk memantau secara detil pelaksanaan program PEN.

“Tugas utama KSP melakukan debottlenecking, bekerjasama dengan Kementerian dan Lembaga menemukan solusi seperti mendorong percepatan penyusunan DIPA. Sehingga program PEN dapat segera direalisasikan,” ungkap Edy.

Selain itu juga pemerintah saat ini fokus mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi agar Indonesia tidak mengalami kontraksi ekonomi terlalu dalam.

Edy menjelaskan, perkembangan konsumsi dalam negeri sangat ditentukan oleh konsumsi rumah tangga kelompok menengah ke atas.

Dia mengatakan peningkatan konsumsi kelompok atas ini sangat bergantung pada kondisi penyebaran COVID-19 di Indonesia.

“Daya beli praktis tidak menjadi masalah bagi mereka. Jika mereka yakin kondisi aman, konsumsi mereka akan naik secara berarti,” kata Edy.

Sedangkan untuk meningkatkan konsumsi pada masyarakat kelas menengah ke bawah, pemerintah telah menggelontorkan sejumlah program bantuan tunai langsung.

“Untuk kelas menengah ke bawah, masalahnya mau belanja, tetapi uangnya sedikit. Bantuan tunai pemerintah diharapkan mereka pakai untuk belanja,” ungkap Edy.

Lebih jauh dia mengatakan pandemi yang sedang terjadi saat ini menumbuhkan kesadaran pentingnya membangun pusat ekonomi secara merata di seluruh Indonesia.

Tujuannya agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya berpusat di Jawa saja. Hal ini sejalan dengan upaya yang dilakukan pemerintah selama ini dengan membuka konektivitas dengan membangun infrastruktur di berbagai daerah.

“Pembangunan infrastruktur akan memunculkan pusat-pusat ekonomi baru. Jadi apa yang dilakukan pemerintah saat ini sudah tepat,” kata Edy.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pemerintah berusaha all out untuk fokus pada indikator konsumsi dan investasi untuk menghindari ancaman resesi ekonomi.

Menkeu menjelaskan, penanganan pandemi dan eksekusi program PEN yang efektif, serta stabilitas tingkat inflasi diharapkan mampu mengembalikan aktivitas belanja dan mobilitas secara normal.

Sri Mulyani mengatakan, beberapa indikator mobilitas masyarakat memang sudah menunjukkan adanya tren pemulihan, tapi belum pada level yang netral.

Tempat belanja kebutuhan sehari-hari jauh lebih cepat pemulihannya. Bahkan indeks keyakinan konsumen masih terdapat optimisme seiring tren perbaikan.

Indeks keyakinan konsumen di bulan Juli, mengindikasikan optimisme konsumen membaik, disebabkan menguatnya ekspektasi konsumen terhadap perkiraan kondisi ekonomi saat ini, yakni terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan pembelian barang tahan lama.

Sri Mulyani juga menegaskan, ekspor diperkirakan lebih baik, seiring pemulihan kinerja ekonomi global. Ekspor didorong melalui perluasan negara tujuan potensial ekspor serta pengembangan pariwisata.

Sementara itu, impor diarahkan pada pemenuhan kebutuhan domestik sesuai dengan prioritas nasional, terutama untuk bahan baku dan barang modal.

Baca juga: Pengamat proyeksikan tren ekonomi RI kuartal tiga membaik
Baca juga: Hindari resesi, Pemerintah kebut realisasi anggaran dan stimulus PEN

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020