mereka melihat bapak guru sembunyi-sembunyi di belakang lab merokok
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengatakan anak adalah peniru yang ulung sehingga orang tua dan lingkungan perlu memberikan contoh yang baik bagi mereka.

"Bahkan dalam konvensi hak anak disebutkan kita tidak boleh menyalahkan anak, dan apapun yang terjadi pada anak-anak kita itu adalah kesalahan orang dewasa," kata Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KPPPA Leny Nurhayanti Rosalin dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan jika jumlah anak di Indonesia ialah sepertiga dari total penduduk atau sekitar 79,55 juta jiwa, maka dua pertiga penduduk lainnya memiliki kewajiban melindungi dan menjaga anak.

Hal itu tentunya terlepas dari adanya data anak-anak yang sudah bekerja. Begitu pula dengan anak yang telah menikah dimana secara otomatis masuk dalam kategori dewasa.

Baca juga: KPPPA: Pendapat anak harus didengar bila dikawinkan

Baca juga: KPPPA harapkan perempuan aktif cegah perkawinan anak


Terkait anak sebagai peniru ulung tersebut, kata dia, penting untuk menjadikan keluarga sebagai salah satu sasaran edukasi yang jumlahnya mencapai 81,2 juta keluarga di seluruh Indonesia.

Menurutnya, hal tersebut penting diperhatikan sebab bagaimana jika seorang bapak di rumah tangga merokok sedangkan anak merupakan peniru ulung.

Begitu pula dengan sekolah yang juga menjadi sasaran edukasi dan diharapkan benar-benar menerapkan aspek ramah anak dimana hal itu akan terus dikawal oleh KPPPA.

"Kami temukan dan dengar suara anak yang menyampaikan bagaimana mereka untuk tidak merokok, sedangkan mereka melihat bapak guru sembunyi-sembunyi di belakang lab merokok," katanya.

Sehingga penting untuk menerapkan edukasi yang terintegrasi agar anak tidak merokok dengan meniru pada keluarga, guru atau lingkungan sekitarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan dalam menghitung indeks perlindungan anak dengan menggunakan persentase anak berusia lima hingga 17 tahun yang merokok, angka pada 2018 mencapai 4,71 persen dari total 57,6 juta jiwa atau setara 2,7 juta anak.

Ia menilai tingginya jumlah anak inilah yang menjadi salah satu pemicu adanya pihak tertentu yang mengincar anak sebagai konsumen, ditambah lagi dengan harga relatif terjangkau.

Oleh karena itu, aspek penting yang perlu dilakukan saat ini ialah adanya tindak lanjut dengan salah satunya melalui regulasi, baik itu merevisi regulasi yang sudah ada ataupun membuat aturan baru.

Baca juga: Muhadjir Effendy: Merokok bisa berdampak terhadap kekerdilan anak

Baca juga: IDAI: Dampak merokok sejak dini semakin parah

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020