London (ANTARA) - Pasar kesenian kontemporer di Indonesia berkembang sebagai dampak dari "Asian art boom" dua dekade terakhir, di mana meningkatnya perhatian global akan karya seni dari China turut mengangkat popularitas dan harga karya seni Indonesia di pasaran.

Hal itu disampaikan Direktur David Zwirner Gallery dari Sisi art gallery, Galuh Sukardi dalam acara diskusi Indonesian Contemporary Art, secara virtual, Selasa, (15/9)

"Karya seni Indonesia terjual lebih banyak sehubungan dengan meningkatnya kolektor, baik di Indonesia maupun di luar negeri, yang memburu karya-karya seniman Indonesia," kata dia.

Galuh memaparkan perspektif historis perkembangan seni kontemporer di Indonesia dalam dua dekade terakhir, seniman Indonesia semakin sadar akan identitasnya serta lebih memahami sejarah kolonial, ujarnya.

Seniman Indonesia kini memanfaatkan perkembangan akses terhadap informasi dan teknologi dalam produksi karya.

Popularitas seni kontemporer di Indonesia turut didukung oleh pihak swasta seperti Museum MACAN serta komunitas-komunitas yang aktif seperti Ruangrupa.

Kesenian kontemporer Indonesia mempertunjukkan semangat entrepreneurial seniman Indonesia, yang secara mandiri aktif dalam menghasilkan karya secara bottom-up dari komunitas secara gotong royong.

Diskusi Indonesian Contemporary Art, secara virtual diadakan Kedutaan besar Indonsia di London bekerja sama dengan organisasi Anglo-Indonesian Society (AIS) yang terdiri dari warga Inggris dan Indonesia.

Selain itu, diskusi juga menampilkan seniman Inggris keturunan Bali Sinta Tantra menghasilkan karya lukis dalam skala arsitektural, seperti jembatan,

Sinta Tantra berkarya dengan maksud untuk membuat seni lebih menjadi bagian dari keseharian masyarakat, menghadirkan fungsi sosial dan ekonomi dari kesenian. Seni di ranah publik dapat menjangkau audiens lebih luas dan lintas batas, ujarnya.

Salah satu pertunjunjukan pameran terkini Sinta Tantra berjudul Modern Times, terinspirasi oleh pengalaman kunjungan Charlie Chaplin ke Bali tahun 1932. Modern Times menampilkan karya lukisan khas Sinta Tantra pada medium-medium baru seperti kain tenun dalam rangka penghormatan terhadap budaya Bali dan potongan logam (terinspirasi fitur industrial di film-film Charlie Chaplin).

Menyikapi pandemi COVID-19, kedua narasumber berpandangan bahwa ke depannya baik seniman maupun galeri akan dituntut mengeksplorasi pemanfaatan media-media baru dalam memamerkan karya, seperti ekshibisi secara virtual melalui augmented reality.



Baca juga: Asosiasi Pematung Indonesia buat pameran "Stay@Home 2020"

Baca juga: BI DKI Jakarta gelar Festival Kreasi dan Seni dukung UMKM

Baca juga: Bikin "bayi virtual" di pameran seni Belanda


Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020