Jakarta (ANTARA) - Lembaga riset Eropa memprediksi perekonomian global pada 2020 akan terkontraksi sebesar 4,4 persen akibat pandemi, sebaliknya China akan menjadi satu-satunya negara maju yang memiliki catatan positif dengan pertumbuhan sebesar 2,3 persen.

Sementara perekonomian di Amerika Serikat dan beberapa negara anggota Uni Eropa, masing-masing akan mengalami penurunan 6,5 persen dan 8,4 persen, demikian riset Ifo Institute dan EconPol Europe yang dikutip media China, Jumat.

Lembaga riset yang berkedudukan di Jerman itu melakukan survei terhadap 950 ahli ekonomi di 110 negara dan wilayah. Lebih dari sepertiga ahli ekonomi tersebut yakin bahwa pemulihan ekonomi global berlanjut paling lambat hingga 2022.

Beberapa indikator ekonomi utama memperkirakan China memiliki catatan positif. Produk domestik bruto China meningkat 3,2 persen pada kuartal kedua tahun ini, berbalik dari kontraksi 6,8 persen pada kuartal pertama.

Biro Statistik Nasional China (NBS) menyebutkan beberapa indikator ekonomi telah mencatat momentum peningkatan pada kuartal ketiga.

PMI manufaktur atau indikator ekonomi yang mencerminkan keyakinan manajer bisnis di sektor manufaktur China pada September menjadi 51,5 atau naik dari Agustus yang tercatat 51.

Selain itu, output nilai tambah sektor industri China pada Agustus tahun ini meningkat 5,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sedangkan pada Juli tahun ini 4,8 persen.

Indeks produksi jasa juga meningkat 4 persen pada Agustus, sedangkan Juli hanya meningkat 0,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu di negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa itu. 

Baca juga: Ekonomi China diperkirakan tumbuh 1-3 persen di tengah bencana-pandemi
Baca juga: China sebut dampak ekonomi akibat virus corona bersifat sementara
Baca juga: Ekonomi China tumbuh 6,3 persen pada semester pertama 2019

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020