Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Prof Nizam mengatakan saat ini kurikulum tidak lagi harus deskriptif yang mengharuskan mahasiswa bertemu dengan dosen yang sama.

"Bertemu dengan dosen yang sama di ruang kelas yang sama, di perpustakaan yang sama, hingga di laboratorium yang sama," ujar Nizam dalam peluncuran buku panduan penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan aplikasi program Merdeka Belajar di Jakarta, Jumat.

Mahasiswa tidak lagi membutuhkan pengalaman belajar yang sama, karena setiap mahasiswa memiliki hasrat dan garis tangan yang berbeda pula.

Baca juga: Nadiem tegaskan penyederhanaan kurikulum belum dilakukan hingga 2022

"Kalau kita tanya di kelas itu, maka tidak satu pun mahasiswa yang mempunyai pengalaman yang sama dan mempunyai cita-cita yang sama, serta mempunyai rencana hidup yang sama. Pasti berbeda antara satu dan yang lain," jelas dia.

Nizam menambahkan pendidikan tinggi harus dibuka sebagai transisi antara dunia pendidikan dan dunia kerja melalui pilihan yang beragam. Baik dari sisi pembelajarannya maupun pengalamannya.

"Oleh karenanya kurikulum yang dikembangkan pendidikan tinggi harus diubah dan dikonstruksi kurikulum, dengan filosofi kurikulum itu tidak sekedar pengalaman mahasiswa, pengalaman mahasiswa menemui dosennya. Tapi seluruh rangkaian kegiatan yang dialami mahasiswa baik di dalam maupun di luar kampus untuk menghasilkan 'learning outcome," jelas Nizam.

Proses pembelajaran, proses pendidikan, proses pengalaman fokus pada "learning outcome" dan bukan pada mata kuliah.

Baca juga: Masyarakat Sejarawan: Pertahankan sejarah sebagai pelajaran wajib

Nizam menambahkan kurikulum harus benar-benar menyiapkan capaian pembelajaran. Hal itu merupakan alasan yang penting harus mengubah cara pandang kurikulum.

"Saat ini kita memasuki Revolusi Industri 4.0, yang ditandai dengan hilangnya dan berubahnya kompetensi dan munculnya kompetensi baru," jelas dia.

Untuk itu, lanjut dia, perguruan tinggi harus dapat menyusun kurikulum agar dapat melahirkan lulusan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal itu, perlu kerja sama dengan dunia industri.

"Dosen harus mengubah pola pikirnya yakni tidak lagi menjadi sumber ilmu, tetapi menjadi fasilitator bagi adik-adik mahasiswa," tambah Nizam.

Inti dari Kampus Merdeka adalah membuka kampus tersebut menjadi semesta belajar yakni sumber ilmu, sumber belajar, sumber pengetahuan, maupun sumber kompetensi.

Direktur Kelembagaan Ditjen Dikti Kemendikbud, Aris Junaidi, mengatakan peluncuran buku panduan penyusunan kurikulum pendidikan tinggi tersebut sangat penting.

"Ini sangat penting sekali karena saat ini merupakan momen yang sangat tepat dalam perubahan kurikulum di perguruan tinggi. Ini adalah suatu keharusan yang harus kita lakukan. Apalagi sekarang ini, kita hubungkan dengan kemajuan yang begitu besar sekali yakni Revolusi Industri 4.0," kata Aris.***3***

Baca juga: Kurikulum darurat bagi siswa saat pandemi diberlakukan di Pekanbaru
Baca juga: "Kampus Merdeka" arahkan mahasiswa jadi penggerak transformasi
Baca juga: Klasterisasi perguruan tinggi bukan pemeringkatan, sebut Kemendikbud

 

Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020