Jakarta (ANTARA) - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan pencatatan identitas pengunjung melalui buku tamu di seluruh sektor usaha di Jakarta sebagai kebijakan baru dari pemberlakuan Pembatasan Sosial Berkala Besar (PSBB) Transisi.

"Mulai besok, seluruh kegiatan yang di situ ada pengunjung, maka diharuskan mencatat nama identitas pengunjungnya. Itu (salah satu kebijakan) yang berbeda (dari PSBB Masa Transisi sebelumnya)," ujar Anies di Jakarta, Ahad.

Kewajiban pengelola sektor usaha esensial dan non esensial di Jakarta untuk menyiapkan buku tamu tercantum pada petunjuk pelaksanaan teknis pemberlakuan Pergub Nomor 101 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.

Anies mengatakan ketentuan itu menjadi salah satu rekomendasi yang disampaikan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) dalam upaya pengendalian wabah COVID-19 di Jakarta.

Gunanya adalah untuk pelacakan (contact tracing) melalui metode epidemiologi bila terjadi kasus positif COVID-19 pada di suatu tempat.

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pola penyebaran penyakit atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan, beserta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tersebut.

Baca juga: PSBB Transisi, MRT Jakarta kembali lakukan penyesuaian jam operasional
Kapolres Metro Bekasi Kombes Hendra Gunawan menuangkan penyanitasi tangan kepada warga yang terjaring razia masker di area Pasar Induk Cibitung pada Senin (14/9/2020). (ANTARA/Pradita Kurniawan Syah)
Dalam beberapa bulan terakhir, ilmu ini sangat bermanfaat dalam memetakan pola penyebaran COVID-19.

Aplikasi buku tamu mewajibkan seluruh pengelola usaha di Jakarta melakukan pencatatan data seluruh pengunjung dan pegawai, dengan buku tamu atau sistem
teknologi informasi.

Aturan tersebut mewajibkan pengelola bersedia untuk membantu petugas melakukan "contact tracing" jika diminta.

"Jadi kalau sebuah restoran itu buka, maka restoran itu harus menyiapkan dokumentasi, bisa manual, bisa digital, yang mencatat jam kedatangan, jam kepulangan, nama lengkap, nomor telepon dan enam digit pertama dari nomor KTP," katanya.

"Tujuannya adalah untuk kita melakukan yang disebut dengan contact tracing. Bila ada kasus positif, maka kita bisa men-trace (melacak) ke mana saja dia melakukan kegiatan selama dua minggu terakhir," kata Anies.

Baca juga: Kepatuhan penggunaan masker di Jakarta belum penuhi standar minimum
Petugas mendata warga yang kedapatan tidak mengenakan masker saat digelar razia penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah perbatasan DKI Jakarta dengan Tangerang Selatan di Bintaro, Jakarta, Senin (14/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/wsj. 
Informasi terkait data pengunjung secara tertulis kemudian dilaporkan kepada Pemprov DKI melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (DTKTE) sebagai upaya penelusuran penyelidikan epidemiologi.

Dengan metode tersebut, Anies berharap seluruh lokasi yang pernah dikunjungi orang terpapar COVID-19 bisa terlacak.

"Maka orang-orang yang bersamaan akan diberi tahu supaya mereka tahu bahwa mereka punya potensi terpapar lalu bisa melakukan langkah-langkah pencegahan dan isolasi," katanya.

Anies mengharapkan ketentuan PSBB Transisi pada 12-25 Oktober 2020 dapat dijalankan dengan penuh kepatuhan oleh masyarakat agar rantai penularan COVID-19 yang melambat dalam dua pekan terakhir bisa terputus.

Dia mengingatkan bahwa kondisi di Jakarta sangat tergantung pada kedisiplinan semua dalam menjaga protokol kesehatan.

"Kita sudah merasakan sulitnya, beratnya ketika rem darurat itu ditarik. Restoran tidak bisa makan di tempat. Perkantoran sulit beroperasi. Kegiatan-kegiatan berkurang. Kita tidak ingin itu terjadi lagi," kata Anies.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020