Belum optimalnya penindakan terhadap delik kolusi dan nepotisme bukanlah disebabkan politik hukumnya akan tetapi lebih kepada politik penegakan hukumnya
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono membeberkan sejumlah kendala dan tantangan bagi penegak hukum dalam menegakkan hukum terhadap tindak pidana kolusi dan nepotisme.

Hal itu disampaikan Ali saat Kejaksaan Agung menggelar kegiatan orientasi bagi calon anggota Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Khusus (Satgassus P3TPK) Tahun 2020, Kamis (12/11), yang akan dilantik pada Jumat (13/11).

Kegiatan orientasi yang diisi dengan FGD bidang tindak pidana khusus ini bertema "Optimalisasi Penindakan Delik Kolusi dan Nepotisme Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi".

Ali Mukartono menjelaskan meskipun telah lahir UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pada kenyataannya, penegakan hukum terhadap perbuatan kolusi dan nepotisme tidak pernah dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian.

Hal tersebut mengindikasikan adanya lima kekeliruan dalam pengelolaan politik penegakan hukum nasional yang tidak berubah pada masa orde baru sampai dengan pasca reformasi saat ini padahal perbuatan kolusi dan nepotisme pasca reformasi cenderung lebih masif daripada sebelum reformasi.

"Jika kondisi tersebut berlangsung terus menerus, bukan tidak mungkin akan memicu pengulangan terjadinya reformasi gelombang kedua," tutur Ali.

Selain itu juga terdapat keragu-raguan diantara para penegak hukum yang memandang perbuatan kolusi dan nepotisme sebagai delik atau bukan.

Baca juga: Polri serahkan berkas perkara kebakaran Kejagung untuk tersangka kuli
Baca juga: Nawawi: KPK sudah dua kali minta salinan berkas perkara Djoko Tjandra


"Karena sebagian mengatakan bahwa perbuatan kolusi dan nepotisme bukanlah tindak pidana yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari tindak pidana korupsi," paparnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang mengatur tentang kolusi dan nepotisme, dinyatakan bahwa perbuatan kolusi dan nepotisme adalah merupakan delik yang berdiri sendiri dan bukan merupakan bagian dari delik korupsi.

"Belum optimalnya penindakan terhadap delik kolusi dan nepotisme bukanlah disebabkan karena politik hukumnya akan tetapi lebih kepada politik penegakan hukumnya," katanya.

Menurut Ali, kolusi dan nepotisme merupakan perbuatan yang mendahului korupsi sehingga secara teoritis, penindakan terhadap kolusi dan nepotisme secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya tindak pidana korupsi karena penindakan terhadap perbuatan kolusi dan nepotisme tidak perlu menunggu adanya kerugian keuangan negara.

Namun dalam prakteknya, penindakan terhadap perbuatan kolusi dan nepotisme tidak serta merta dapat dilakukan sebagai upaya mencegah korupsi karena adanya tumpang tindih unsur delik dalam Perundang-undangan.

Di acara tersebut para narasumber turut menguraikan wawasannya terkait penindakan tindak pidana kolusi dan tindak pidana nepotisme agar dapat menginspirasi dan memotivasi peserta FGD untuk berlaku kreatif membuat terobosan-terobosan baru sebagai upaya menyelesaikan problematika yang dihadapi dalam penindakan tindak pidana kolusi dan nepotisme.

Baca juga: Bareskrim: Berkas tersangka Soenarko dilimpahkan tahap I ke Kejagung
Baca juga: Tiga saksi diperiksa polisi soal kasus kebakaran Kejagung

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Apep Suhendar
Copyright © ANTARA 2020