Diberikan pengaturan yang jelas, tidak seperti selama ini, siapa saja boleh menjual dan siapa saja boleh membeli serta mengkonsumsi minuman beralkohol
Jakarta (ANTARA) - Salah satu pengusul Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol M. Syafi'i mengatakan RUU tersebut akan mengatur kejelasan konsumsi minuman beralkohol di masyarakat sehingga tidak perlu ditanggapi secara berlebihan.

"RUU ini nanti akan memperjelas siapa yang boleh memproduksi, membeli, dan mengkonsumsi. Siapa yang boleh memproduksi dengan kadar alkohol tertentu dan siapa yang boleh membeli serta mengkonsumsi-nya," kata M. Syafi'i dalam Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI terkait harmonisasi RUU Minol, di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan pihaknya telah mengundang banyak ahli terkait minuman beralkohol dan semuanya berpendapat sangat merugikan bagi kesehatan. Bahkan menurut dia, sudah ada perbandingan hasil penelitian para ahli bahwa produksi minol tidak sebanding dengan kerugian sosial yang terjadi di masyarakat.

"Peraturan ini sudah cukup jelas, dari sisi ekonomi menjadi sangat baik karena daerah-daerah yang sudah dikenal lekat dengan minuman beralkohol, bisa menjadikan wilayahnya menjadi destinasi khusus bagi penggemar minuman keras dalam skala yang dibenarkan UU ini," ujarnya.

Baca juga: Pemerintah belum bahas RUU Minuman Beralkohol masuk Prolegnas 2021

Baca juga: Muhammadiyah: Regulasi minuman beralkohol bukan Islamisasi


Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, RUU Minol ketika sudah disahkan menjadi UU, bukan melarang daerah-daerah yang memiliki destinasi wisata dengan ketentuan tertentu, tidak boleh menjual minuman beralkohol.

Menurut dia, daerah-daerah tersebut, dengan keberadaan hotel-hotel di dalamnya diperkenankan menjual minuman beralkohol dengan kuantitas tertentu.

"Diberikan pengaturan yang jelas, tidak seperti selama ini, siapa saja boleh menjual dan siapa saja boleh membeli serta mengkonsumsi minuman beralkohol," katanya.

Dia menegaskan bahwa aturan yang ada dalam RUU Minol tersebut bertujuan melindungi generasi masa depan Indonesia dari kerusakan yang diakibatkan minuman keras.

Karena menurut dia, saat ini masyarakat bisa melihat dari pemberitaan di media, banyak anak-anak muda Indonesia meninggal karena minuman keras racikan.

"Ada yang menentang RUU ini karena kita bukan negara Islam, saya katakan ini bukan soal negara Islam atau bukan, masa kita tidak boleh mengatur sesuatu yang mendatangkan kerusakan bagi kesehatan dan moralitas anak bangsa," ujarnya.

Dalam rapat tersebut, salah satu pengusul RUU Minol, Nasir Djamil menilai minuman beralkohol bukan hanya membahayakan kesehatan jasmani dan rohani, namun juga mendorong terjadinya gangguan keamanan serta ketertiban di masyarakat.

Dia mengatakan, selama ini belum ada aturan setingkat UU yang mengatur secara khusus terkait minuman beralkohol meskipun ada di beberapa UU namun sifatnya parsial, padahal dampak minol sangat besar bagi kehidupan masyarakat.

"Perlu diatur mengenai minuman beralkohol khususnya di level nasional sehingga daerah menjadikan UU ini sebagai rujukan untuk mengatur peredarannya," ujarnya.

Baca juga: Anggota DPR tetap perhatikan konsumsi minol untuk kepentingan terbatas

Baca juga: Wakil Ketua DPR: Usulan RUU Minuman Beralkohol perlu didalami


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020