Denpasar (ANTARA) - Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, akan melakukan penelitian terkait dengan penemuan bangkai paus sperma di Pantai Mengiat, wilayah ITDC, Nusa Dua, Bali.
 
"Kita belum tahu ini penyebabnya, ini agak aneh karena ada dua individu, biasanya kalau mati ya satu-satu, nah kita lagi cari penyebabnya, kemungkinan faktor lain, bukan faktor alam dia mati, mungkin masih dugaan karena penyakit atau ketabrak. Selain itu, karena tadi ada echosounder atau kapal yang melakukan penelitian untuk uji seismik," kata Kepala BPSPL Denpasar, Permana Yudiarso, saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Rabu.

Baca juga: Paus sperma ditemukan mati terapung di perairan Teluk Serangan
 
Ia mengatakan bahwa paus sperma yang ditemukan pada Rabu, (18/11) memiliki panjang tubuh sekitar 13 meter lebih. "Ini kemungkinan individu yang berbeda dari kemarin, yang ditemukan di Pantai Serangan, dan kemarin kan sekitar 10 meter perkiraannya," katanya.
 
Untuk saat ini, tindakan yang sudah dilakukan berupa penguburan bangkai paus sperma di sekitar Pantai Mengiat. "Kondisinya saat ditemukan mati membusuk dan lebih lama sudah mati. Kira-kira sudah mati lebih dari satu minggu, mungkin lebih dari 10 hari," kata Yudiarso.
 
Ia menjelaskan bahwa paus ini merupakan hewan berimigrasi melalui perairan Indonesia kemudian ke Selatan Bali sesuai tempat ditemukan. Kata dia, posisi Selatan Bali, Selatan Nusa Tenggara jadi wilayah yang dilalui di bulan-bulan ini.

Baca juga: BKKPN Kupang pastikan paus sperma mati di hutan mangrove Rote
 
Dikatakannya, tempat ditemukannya paus sperma tersebut diduga menjadi tempat untuk mencari makan dan beranak.
 
"Penyebabnya kan banyak sementara sifatnya parsial belum terintegrasi mencari penyebab, karena kalau cari penyebab itu bisa dilihat dari bangkainya, atau faktor apa pemicu dia mati," ucapnya.
 
Sebelumnya, pada Selasa (17/11) sekitar pukul 07.10 wita di Perairan Teluk Serangan-Bali, dari dermaga 500 m ke arah laut, juga ditemukan bangkai paus sperma yang terapung.

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020