mensyaratkan paling tidak dapat dipasok 75 persen dari kebun milik sendiri
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Yanto Santosa mendorong agar pemberian izin pabrik kelapa sawit harus disertai jaminan dapat memasok 75 persen dari kebun milik sendiri untuk menghindari perluasan kebun secara liar.

"Agar perluasan kebun sawit terkendali, maka tolong dipersyaratkan bahwa pendirian pabrik sawit harus mensyaratkan paling tidak dapat dipasok 75 persen dari kebun milik sendiri. Supaya tidak merangsang perluasan secara liar ke arah kawasan," kata Prof. Yanto dalam diskusi virtual "Menyisir Rantai Pasok Kelapa Sawit di Indonesia" yang dipantau dari Jakarta pada Rabu.

Rekomendasi tersebut Prof. Yanto dapatkan setelah dia bersama rekannya di Pusat Kajian, Advokasi dan Konservasi Alam (Pusaka Kalam) melakukan kajian rantai pasok produk di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

Dalam kajian tersebut dia meneliti rantai pasokan dua buah perusahaan dengan hasil satu pabrik kelapa sawit mendapatkan tandan buah segar (TBS) sawit 55 persen berasal dari koperasi petani plasma, sekitar 40 persen dari kebun sawit swasta yang masih berafiliasi dengan perusahaan tersebut dan 0,1 persen dari etani swadaya.

Baca juga: Hutan alam Riau hanya tinggal 1.442.669 hektare

Baca juga: Pakar IPB: "blockshain" bisa dikembangkan pada industri sawit


Sementara itu di perusahaan kedua, sekitar 60 persen mendapatkan TBS dari empat kebun sawit swasta yang masih merupakan grup, 20 persen dari pengepul, sekitar 20 persen 19 persen dari koperasi dan 0,04 dari perorangan.

Hal serupa disampaikan juga oleh Ir. Nazarduddin dari Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara, yang melakukan kajian serupa di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Dalam penemuannya, dia masih menemukan salah satu sumber TBS perusahaan itu berasal dari perkebunan rakyat yang berada di hutan lindung.

"Agar di dalam mendirikan izin pabrik sawit perlu dilampirkan kejelasan dan kecukupan kebutuhan bahan baku sehingga ke depan tidak lagi bermasalah terkait produk CPO. Pendiri pabrik sawit yang akan datang perlu melampirkan asal usul bahan, kecukupan lahan dan CPO, sehingga tidak menstimulus masyarakat untuk merambah hutan yang bukan hutan produksi," kata Nazarduddin.

Baca juga: Guru Besar IPB sebut UU ITE bisa dikenakan terhadap Greenpeace

Baca juga: Polisi selidiki pelaku perusakan tanaman sawit perusahaan

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020