Jakarta (ANTARA) - Jumat 27 November 2020 merupakan hari yang nahas bagi keluarga Yasa. Pagi itu, empat warga transmigran di Dusun Lewono, Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah yang terdiri dari Yasa, Pinu, Nata alias Papa Jana alias Naka dan Pedi dibunuh secara keji oleh sekelompok orang tak dikenal yang belakangan diketahui merupakan anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Keempatnya tewas secara mengenaskan. Setelah merenggut nyawa keluarga Yasa, kelompok MIT mengambil stok beras sebanyak 40 kg dan rempah-rempah milik keluarga tersebut serta membakar tujuh bangunan, yaitu enam rumah warga dan satu rumah warga yang dijadikan pos pelayanan Gereja Bala Keselamatan.

Dari hasil penyelidikan Polri, awalnya kelompok teroris ini sengaja turun gunung ke pemukiman warga untuk mencari persediaan bahan makanan. Biasanya warga yang mau memberi mereka makanan, tidak dianiaya. Namun saat meminta bahan makanan ke keluarga Yasa, diduga ada perlawanan sehingga MIT menghabisi nyawa keempat anggota keluarga tersebut.

Pasca-peristiwa pembunuhan itu, ada sebanyak 49 Kepala Keluarga (KK) yang mengungsi sementara ke Balai Desa Lembantongoa, Sigi karena merasa khawatir akan keselamatan jiwa mereka.

Tim dari Polda Sulteng, Polres Sigi serta TNI dikerahkan untuk berjaga di lokasi pengungsian maupun di tempat kejadian perkara.

Kapolda Sulteng Irjen Pol Abdul Rakhman Baso menyebut bahwa pelaku pembunuhan berjumlah delapan orang yang dipimpin oleh Ali Kalora.

Baca juga: Kekerasan di Sigi dilakukan delapan DPO MIT Poso

Presiden kutuk tragedi Sigi
Presiden Joko Widodo pun langsung memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto untuk menumpas kelompok yang melakukan serangan teror tersebut.

Presiden meminta Kapolri untuk mengusut tuntas pelaku teror hingga ke akarnya serta memerintahkan Panglima TNI agar mengerahkan pasukannya untuk menjaga kawasan yang menjadi sasaran teror.

Jokowi mengutuk keras aksi biadab tersebut karena telah menciptakan provokasi dan teror di tengah masyarakat dengan tujuan merusak persatuan dan kerukunan bangsa.

Kapolri Jenderal Idham Azis bergerak cepat dengan menginstruksikan kepada Satgas Tinombala untuk memburu dan menindak tegas kelompok MIT yang diduga kuat bertanggung jawab atas tragedi pembunuhan satu keluarga dan pembakaran rumah warga di Sigi.

Idham menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah dengan kelompok teror yang sudah melakukan tindakan pembunuhan terhadap masyarakat dengan dalih apapun. "Saya sudah bilang ke anggota, tindak tegas mereka. Jika ketemu lalu mereka melawan, tembak mati saja," ujar Idham.

Mantan Kabareskrim Polri itu mengatakan bahwa pihaknya sudah menerjunkan Satgas Tinombala ke Kabupaten Sigi untuk mencari kelompok teroris MIT tersebut.

Tak hanya Polri, ia mengatakan bahwa Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga sudah menerjunkan pasukan TNI untuk mencari dan mengepung kelompok Ali Kalora. "Kami akan cari sejumlah tempat yang selama ini jadi persembunyian kelompok Ali Kalora," tegas Idham.

Sebelum terjadi kasus pembunuhan di Sigi tersebut, pada Agustus lalu, MIT membunuh seorang petani bernama Agus Balumba, warga Desa Sangginora, Kecamatan Poso Pesisir Selatan. Masih di bulan yang sama, dua petani Desa Sangginora berinisial AP dan AB disandera oleh MIT. AP kemudian berhasil melarikan diri, sementara AB tewas.

Kejadian serupa terjadi pada April. Seorang warga bernama Daeng Tapo hilang diculik sejak 8 April. Kemudian Tapo ditemukan tewas tanpa kepala. Pada 19 April, seorang petani bernama Ambo Ajeng alias Papa Angga di Desa Kilo, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso hilang diculik. Beberapa jam usai diculik, Ambo Ajeng ditemukan tewas.

Baca juga: Danrem Tadulako sebut aksi teroris MIT tidak mencerminkan Islam

Siapa Ali Kalora?
Mujahidin Indonesia Timur adalah kelompok teroris yang bersumpah setia kepada ISIS pada Juli 2014. Dibalik kekejaman yang dilakukan kelompok MIT, ada seseorang bernama Ali Kalora alias Ali Ahmad yang merupakan sosok radikal senior.

Ali kemudian dipercaya untuk menjadi pemimpin MIT menggantikan Santoso yang tewas pada 18 Juli 2016. Ali diduga menggantikan posisi Santoso sebagai pemimpin di MIT bersama dengan Basri. Setelah Basri ditangkap Satgas Tinombala, Kapolri saat itu, Tito Karnavian menetapkan Ali Kalora sebagai target utama dalam Operasi Tinombala.

Ali merupakan warga asli dari Desa Kalora, Poso, sehingga Ali diyakini telah menguasai wilayah di sekitar tempat tinggalnya. Faktor kedekatannya dengan Santoso semasa hidup dan kemampuannya dalam mengenal medan gerilya membuat Ali akhirnya diangkat menjadi pemimpin MIT.

Kondisi geografis berupa hutan lebat yang diduga menjadi tempat persembunyian kelompok MIT menjadi salah satu tantangan bagi Satgas Tinombala untuk menemukan kelompok pembunuh sadis ini.

Satgas telah berupaya menyisir hutan belantara yang luas ini untuk mencari para pelaku tersebut. "Semoga permasalahan geografis alam ini segera bisa diatasi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono.

Ali bersama sisa kelompok MIT diduga masih berada diantara tiga kabupaten di Sulawesi Tengah yakni Sigi, Poso dan Parigi Moutong atau berada di dalam Taman Nasional Lore Lindu yang membentang dari Sigi hingga Poso. "Dia naik turun gunung," kata Awi.

Berdasarkan keterangan anggota MIT yang ditangkap, jika kelompoknya tiba-tiba melihat anggota Satgas Tinombala dari jarak 10 hingga 20 meter, mereka langsung mengambil posisi tiarap sehingga menyulitkan Satgas menemukan mereka apalagi ditambah kondisi hutan dengan pepohonan yang lebat.

Dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka, kelompok ini kerap turun ke desa untuk meminta bahan makanan dari warga setempat demi bertahan hidup.

"Turun ke desa, meneror masyarakat, meminta makan dan akhirnya mencuri atau merampok dengan kekerasan, termasuk dengan pembunuhan. Kemudian ujung-ujungnya ambil beras," kata Awi.

Baca juga: Polri imbau warga tenang usai peristiwa pembunuhan di Sigi

32 anggota MIT ditangkap sepanjang 2020
Tercatat, tim Densus 88 Antiteror Polri sudah menangkap sebanyak 32 orang teroris MIT sepanjang tahun 2020. Mereka yang ditangkap ini berperan dalam mendukung dana maupun membantu orang-orang yang akan masuk ke wilayah Poso, Sulawesi Tengah.

"Ini yang terkait dengan simpatisan di luar Sulawesi Tengah seperti di Jakarta, Sumatera dan tempat lainnya," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono.

Argo menerangkan bahwa MIT juga mendapatkan bantuan dari jaringan teroris yang berada di Filipina Selatan.

Kini tinggal 11 orang yang masih dalam pengejaran Satgas. Berikut nama-nama buronan MIT yakni Ali Ahmad alias Ali Kalora, Qatar alias Farel alias Anas, Askar alias Jaid alias Pak Guru dan Nae alias Galuh alias Mukhlas. Kemudian Khairul alias Irul alias Aslam, Jaka Ramadhan alias Ikrima alias Rama, Alvin alias Adam alias Mus'ab alias Alvin Anshori dan Rukli.

Selanjutnya Suhardin alias Hasan Pranata, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang serta Abu Alim alias Ambo.

Masyarakat Sulteng berharap agar kelompok teroris dapat segera ditumpas habis agar masyarakat selanjutnya dapat hidup dengan tenang. Kita berharap kerja sama yang baik antara Polri dan TNI mampu untuk mencari dan menangkap para anggota kelompok teroris tersebut dalam keadaan hidup atau mati.

Baca juga: Kapolri instruksi Kapolda Sulteng berkantor di Poso buru kelompok MIT

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020