Sleman (ANTARA) - Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110° 33′ 00″ dan 110° 13′ 00″ Bujur Timur, 7° 34′ 51″ dan 7° 47′ 30″ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.

Sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Wilayah geografis Kabupaten Sleman yang berada di lereng Gunung Merapi dan kawasan perbukitan wilayah selatan ini tentunya menyimpan banyak potensi alam.

Termasuk di dalamnya terdapat sejumlah aliran sungai besar yang berhulu di Gunung Merapi, yang sangat mendukung sektor pertanian maupun perikanan dengan tanah yang subur dari material vulkanis Merapi serta pasokan air yang melimpah.

Namun pada sisi lain, anugerah alam tersebut juga menyimpan beragam ancaman bencana alam yang dapat datang sewaktu-waktu. Kabupaten Sleman memiliki risiko ancaman bencana di antaranya erupsi Gunung Merapi, banjir, banjir lahar dingin, angin kencang, puting beliung, tanah longsor dan beberapa bencana lainnya.

Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat berusaha untuk menciptakan masyarakat yang tangguh bencana.

Berbagai bencana memang sulit untuk diprediksi kapan terjadinya, namun dapat diupayakan dengan meminimalisir jatuhnya korban jiwa dalam peristiwa bencana alam melalui mitigasi bencana pengurangan risiko bencana.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menciptakan masyarakat tangguh bencana, di mana memberikan edukasi dan pelatihan kepada masyarakat tentang apa itu bencana alam, bagaimana upaya penanggulangan bencana dan bagaimana meminimalisir jatuhnya korban jiwa dalam peristiwa bencana alam.

Menurut Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sleman Joko Supriyanto, upaya ini dilakukan agar bisa terwujud masyarakat Sleman yang tanggap, tangkas, dan tangguh dalam menghadapi bencana.

Dalam upaya menciptakan masyarakat yang tangguh bencana, BPBD Sleman sejak beberapa tahun lalu telah membentuk sejumlah desa tangguh bencana (destana) maupun sekolah siaga bencana (SSB) yang disesuaikan dengan potensi ancaman masing-masing.

Berbagai pelatihan dan simulasi penanggulangan dan pengurangan risiko bencana menjadi agenda utama dalam pembentukan destana maupun SSB.

Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun menyampaikan di Kabupaten Sleman saat ini telah terbentuk 56 desa tangguh bencana dan ditargetkan akan akan ada 15 destana lagi yang dibentuk.

Sri Muslimatun mengatakan Pemkab Sleman tidak mampu melakukan mitigasi bencana tanpa dukungan dan peran aktif dari masyarakat, relawan dan pemangku kepentingan lain. Karenanya, pembekalan pengetahuan dan keterampilan mitigasi sangat penting.

Dampak yang lebih besar dari terjadinya bencana tidak lain karena kurangnya pemahaman tentang mitigasi bencana. Sehingga masyarakat diminta terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mitigasi bencananya.

Baca juga: Sleman pulangkan pengungsi Merapi dan ternak setelah PPKM selesai

Baca juga: Sleman belum pulangkan pengungsi meskipun Merapi sudah erupsi efusi


Sekolah Siaga Bencana

Pemerintah Kabupaten Sleman juga gencar membentuk Sekolah Siaga Bencana (SSB) untuk memberikan pemahaman kepada kelompok remaja dan kaum muda memahami mitigasi bencana dan melatih untuk tanggap dalam upaya pengurangan risiko bencana.

Edukasi mengenai bencana, termasuk kepada para siswa sekolah, secara berkesinambungan sangat penting mengingat Kabupaten Sleman merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai bencana.

Pembentukan SSB merupakan bagian dari upaya penguatan kelembagaan dalam masyarakat untuk mengurangi risiko bencana.

BPBD Sleman berusaha menyelaraskan upaya pemerintah, masyarakat, dan pengusaha dalam mitigasi bencana guna meminimalkan dampak bencana.

Upaya ini dilakukan agar bisa terwujud masyarakat Sleman yang tanggap, tangkas, dan tangguh dalam menghadapi bencana.

BPBD Sleman berusaha mengimplementasikan dengan mensinergikan berbagai elemen yaitu pemerintah, masyarakat, dan pengusaha agar bisa terwujud masyarakat Sleman yang tanggap, tangkas, dan tangguh dalam menghadapi bencana.

Dengan pembentukan SSB dan gladi lapang diharapkan mampu memberikan edukasi tanda-tanda bencana sejak dini kepada anak-anak, sehingga dapat meminimalisir dampak bencana dan langkah mitigasinya.

Baca juga: Wilayah timur lereng Merapi di Sleman dilanda hujan abu

Baca juga: Aktivitas Merapi meningkat, Sleman perpanjang masa tanggap darurat


Rencana kontijensi 

Salah satu ancaman bencana alam di Kabupaten Sleman yang selama ini banyak menyita perhatian khalayak adalah erupsi Gunung Merapi, sehingga Pemkab Sleman juga memberikan perhatian serius terhadap upaya penanggulangan risiko bencana erupsi Merapi.

Bupati Sleman Sri purnomo belum lama ini telah mengesahkan Rencana Kontingensi Erupsi Gunungapi Merapi yang disusun konsorsium BPBD Kabupaten Sleman, Forum Pengurangan Risiko Bencana DIY, Magister Manajemen Bencana (MMB) UPN Veteran , RedR Indonesia, dan didukung oleh UNICEF Indonesia.

Tim konsorsium pada penghujung 2020 telah berhasil menyelesaikan Rencana Kontingensi (renkon) Erupsi Gunungapi Merapi yang teradaptasi dengan protokol kesehatan COVID-19 atau renkon yang kedua kali dalam tahun ini.

Seluruh tahap diselesaikan dalam kurun waktu kurang lebih tiga bulan dengan dukungan penuh dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Sleman, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, tiga kecamatan (kapanewon) dan tujuh kelurahan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Merapi, bersama dengan perguruan tinggi, organisasi non pemerintah dan swasta.

Penyelesaian renkon tingkat kabupaten ini dilakukan melalui pendekatan dari bawah (bottom up) dengan terlebih dahulu menyelesaikan renkon di tujuh kelurahan yakni Glagaharjo, Umbulharjo dan Kepuharjo di Kecamatan Cangkringan dan Kelurahan Hargobinangun dan Purwobinangun di Kecamatan Pakem serta
Girikerto dan Wonokerto di Kecamatan Turi.

Keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat bersama kelompok rentan dan forum anak di dalam serangkaian diskusi kelompok terfokus (FGD) di tujuh kelurahan menguatkan rasa kepemilikan renkon tingkat kelurahan dan renkon tingkat kabupaten oleh masyarakat dan pemerintah.

Kerja sama dan koordinasi yang baik antara Tim Fasilitator berpengalaman dari FPRB, Penasihat dari UPN "Veteran" Yogyakarta, RedR Indonesia, UNICEF Indonesia dan BPBD Kabupaten Sleman juga memastikan setiap pertemuan yang diselenggarakan mematuhi protokol kesehatan dan dokumen renkon yang dihasilkan menerapkan Panduan 4.0 dan SNI.

Data dan informasi disadari sebagai satu modalitas penting dalam pelayanan publik dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari renkon ini. Konsorsium mewujudkannya dengan
melakukan penguatan Sistem Informasi Desa (SID) di tujuh kelurahan yang sama.

Selama kurun waktu tiga bulan terakhir Tim Fasilitator juga telah berhasil merevitalisasi SID di tujuh kelurahan dengan mengintegrasikan basis data untuk digunakan dalam seluruh aspek kegiatan pelayanan publik oleh pemerintah kelurahan.

SID sengaja dikembangkan bukan hanya untuk memuat data pilah demografi dan informasi penting lainnya (aset, ekonomi, fasilitas, infrastruktur, risiko bencana) yang dapat dimutakhirkan secara berkala oleh perangkat kelurahan, namun juga mengintegrasikan informasi peringatan dini, rencana evakuasi, data kebutuhan warga untuk keperluan penanganan darurat bencana sehingga dapat memudahkan keterlibatan setiap pelaku kemanusiaan.

Proses pemutakhiran renkon yang mengadaptasi protokol kesehatan COVID-19 ini terlaksana atas dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Sleman. Renkon termutakhir ini menjadi dokumen acuan bersama oleh pemerintah dan nonpemerintah dalam melaksanakan Penanganan Darurat Bencana (PDB) Erupsi Merapi di Kabupaten Sleman.

Salah satu contoh penanganan erupsi Merapi dengan adaptasi protokol kesehatan diantaranya seperti pemberlakuan jaga jarak dalam barak pengungsian yang semula kapasitas 100 persen menjadi 50 persen.

Konsekuensinya, dibutuhkan lebih banyak barak pengungsian, contohnya gedung sekolah yang dapat digunakan sebagai tempat pengungsian sementara.*

Baca juga: Sleman siapkan 12 barak pengungsi Merapi sesuai protokol kesehatan

Baca juga: Sleman sahkan rencana kontingensi erupsi Gunung Merapi sesuai prokes

 

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021