Jakarta (ANTARA) - Aktivis buruh migran Eni Lestari menyebut perlunya perhatian akan hak mendapatkan layanan kesehatan terhadap pekerja migran di negara-negara penempatan di saat pandemi, termasuk untuk vaksinasi COVID-19.

"Untuk negara penempatan yang kita inginkan adalah dimasukkan ke dalam skema program bantuan COVID-19, punya akses layanan kesehatan gratis, bantuan keuangan dan tes serta vaksin," kata Ketua Aliansi Migran Internasional Eni Lestari dalam diskusi virtual tentang hak pekerja migran di masa pandemi, dipantau dari Jakarta, Jumat.

Baca juga: Migrant CARE perkirakan kerentanan PMI akibat pandemi bertahan di 2021

Baca juga: Derita pekerja migran Indonesia nonprosedural di negeri orang


Menurut Eni, kebanyakan negara penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) memberikan vaksin COVID-19 kepada warganya, kecuali pekerja migran.

Eni memberi contoh bagaimana di Hong Kong, tempat dia bekerja saat ini, memberikannya juga kepada residen permanen dengan berbagai etnis, tapi tidak termasuk kepada mereka yang bekerja sebagai asisten rumah tangga.

Hak kesehatan untuk pekerja migran di kala pandemi itu juga didukung oleh antropolog budaya dan sosiolog pembangunan Dr Rosalia Sciortino, yang saat ini menjabat sebagai Associate Professor di Institute for Population and Social Research (IPSR), Mahidol University di Thailand.

Dalam diskusi yang diselenggarakan Migrant CARE itu, dia menyoroti bagaimana program vaksinasi difokuskan terhadap warga negara, dengan pekerja migran maupun ekspat yang kebanyakan tidak dimasukkan dalam rencana proses vakinasi tersebut.

"Jadi, ada risiko yang berada di antara negara tidak akan terkover oleh program nasional," kata Rosalia.

Baca juga: BP2MI usulkan mekanisme bantu bebaskan biaya pelatihan calon PMI

Hal itu tentu saja berpengaruh dengan pekerja migran, terutama mereka yang tidak masuk dalam kategori residen, karena mereka tidak masuk dalam program nasional negara penempatan dan belum masuk dalam rencana vaksinasi negara asal.

"Saya harap kita bisa melakukan aksi lebih intensif lagi untuk tidak menerima diskriminasi seperti yang terjadi skarang," katanya.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021