Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri perihal perizinan tambak udang di Bengkulu yang pernah diajukan oleh tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

"Didalami pengetahuannya terkait dengan tahapan permohonan perizinan tambak udang di Provinsi Bengkulu yang pernah diajukan oleh SJT sebagai salah satu eksportir benur di KKP," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta.

Penyidik KPK pada hari Jumat telah memeriksa Isnan sebagai saksi untuk tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Terhadap saksi Isnan didalami juga dugaan adanya aliran uang ke berbagai pihak atas permohonan perizinan tersebut.

Baca juga: Kasus ekspor benur, KPK panggil pejabat Pemprov Bengkulu

Sebelumnya, Senin (18/1), KPK juga telah memeriksa Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur, Bengkulu Gusril Pausi sebagai saksi untuk tersangka Edhy dan kawan-kawan.

Untuk Rohidin dikonfirmasi terkait dengan rekomendasi usaha lobster di Provinsi Bengkulu untuk PT DPP yang diajukan oleh Suharjito.

Gusril dikonfirmasi rekomendasi usaha lobster dan surat keterangan asal benih lobster di Kabupaten Kaur  untuk PT DPP yang diajukan oleh Suharjito.

KPK total menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima suap, yaitu Edhy Prabowo, staf khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), staf khusus Edhy Prabowo sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.

Baca juga: Edhy Prabowo mengaku istrinya tak ketahui kasus izin ekspor benur

Sementara itu, tersangka pemberi suap adalah Suharjito yang telah rampung penyidikannya dan akan segera disidang dalam perkara itu.

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benur menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Selain itu, Edhy juga diduga menerima 100.000 dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021