pemerintah tidak tinggal diam dengan memberikan subsidi bagi fasilitas isolasi pasien COVID-19 maupun WNA di hotel berbintang
Jakarta (ANTARA) - Hampir genap satu tahun pandemi COVID-19 menimpa Indonesia termasuk Ibu Kota sehingga melumpuhkan hampir seluruh sendi ekonomi, salah satunya pariwisata sebagai sektor yang paling terpukul.

Kondisi saat ini, baik  destinasi wisata murah hingga yang berskala nasional  mengalami 'lesu darah' akibat diterpa pandemi. Tak terkecuali komponen pendukung ekosistem pariwisata seperti perhotelan hingga restoran.

Sejak, Pemprov DKI Jakarta membatasi pergerakan masyarakat lewat berbagai kebijakan untuk memutus mata rantai penularan COVID-19. Sepanjang itu pula satu per satu usaha pariwisata keteteran menghadapi permasalahan keuangan akibat tingkat okupansi yang terus turun.

Wisata Bumi Perkemahan Pramuka (Buperta) Cibubur di Jakarta Timur misalnya, saat dikunjungi penulis sepekan lalu, tampak sepi dari lalu lalang wisatawan.

Siang itu hanya tampak sejumlah komunitas sepeda yang sedang mengisi waktu luang akhir pekan mereka di sekitar kawasan Dipo Bike, Danau Cibubur dan trek sepeda Buparta. Jumlahnya tidak terlalu banyak, rata-rata rombongan pesepeda kurang dari sepuluh orang.

Baca juga: Menteri Sandi temui Wagub DKI di Thamrin 10 bahas pariwisata kreatif

Sementara di lapangan parkir kendaraan diisi dengan kegiatan tes cepat COVID-19 secara 'drivethru' yang dilaksanakan penyedia jasa layanan kesehatan daring Hallodoc.

Bantaran Danau Buperta diisi aktivitas sekitar 50 relawan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang sedang berlatih mengevakuasi korban menggunakan perahu karet dan berenang.

"Saya dari Bekasi datang sama teman-teman satu komplek. Bosan juga di rumah terus, ingin gowes untuk jaga imun. Tempatnya asik, tidak terlalu ramai juga. Jalurnya ada yang aspal, ada juga tanah di tengah hutan pinus. Enggak seperti sedang di Jakarta," kata salah satu pesepeda, Ariesanto (31).

Pria yang tergabung dalam komunitas sepeda Mitra Bike itu justru merasa lebih leluasa dan aman saat berada di tempat wisata yang relatif sepi namun dengan protokol kesehatan yang ketat seperti saat pandemi sekarang.

Ariesanto bersama koleganya tidak perlu mengantre masuk di pintu gerbang dan berdesakan saat masuk ke sejumlah fasilitas wisata di lingkungan Buperta.
Wisatawan kembali menikmati berbagai kegiatan di pantai Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta membuka tempat wisata di ibu kota secara bertahap mulai 13 Juni 2020 dan tempat wisata pantai termasuk wisata Kepulauan Seribu juga sudah bisa beroperasi pada 13 Juni hingga 2 Juli 2020. (ANTARA/ Fauzi Lamboka)


Bagi Ariesanto pengetatan protokol kesehatan seperti 4M hingga pembatasan kapasitas tampung oleh pengelola wisata justru menambah ketenangan wisatawan yang hadir untuk mengisi liburan.

Adaptasi
Krisis di era pandemi COVID-19 seharusnya mengajarkan kemampuan beradaptasi bagi pelaku usaha dalam mempertahankan eksistensi mereka di tengah masyarakat.

Salah satunya yang diterapkan pengelola Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Cipayung, Jakarta Timur. Adaptasi dilakukan dengan cara bertransformasi ke layanan wisata secara virtual hingga sistem transaksi secara nontunai.

Kabag Humas TMII Adi Widodo beranggapan bahwa pengetatan protokol kesehatan seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro justru mendorong kreativitas pengelola wisata demi mempertahankan eksistensinya.

Baca juga: Pelaku pariwisata diminta patuhi aturan libur Natal dan tahun baru

Kejenuhan masyarakat yang terus berdiam diri berada di dalam rumah boleh jadi membuka peluang usaha pariwisata yang perlu didukung kebijakan khusus dari pengelola dalam memfasilitasi rasa tenang dan aman kepada pengunjung.

Selama pemberlakuan separuh dari kapasitas tampung, TMII masih sanggup mendatangkan rata-rata 15.000 wisatawan di akhir pekan dari saat kondisi normal berkisar 60 ribuan pengunjung.

Sistem transaksi pun dilakukan secara nontunai untuk mencegah penularan virus melalui uang kertas maupun logam.

PT Puri Indah Mandiri Lestari (PIML) sebagai pengelola pintu masuk TMII menggandeng PT Bank Mandiri (Persero) Tbk untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung melalui penerapan transaksi non-tunai di pintu masuk TMII.

Melalui kerja sama ini, masyarakat yang ingin berkunjung ke TMII dapat membeli tiket masuk dengan menggunakan Kartu Mandiri e-Money, Kartu Debit dan Kartu Kredit Bank Mandiri atau Bank manapun berlogo Visa, MasterCard dan JCB, ataupun melalui metode pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).

Seniman musik tradisional TMII Armen Suwandi berterima kasih kepada pengelola TMII yang tetap memberikan ruang kepada seniman musik maupun budaya tradisional untuk memanfaatkan anjungan yang tersedia sebagai latar penggarapan video.

Anjungan daerah TMII rutin dimanfaatkan para seniman sebagai latar untuk mengapresiasikan bakat mereka melalui tayangan virtual di akun media sosial, salah satunya adalah akun 'alexs aceh' yang memiliki pemirsa hingga 1,1 juta lebih orang.

Baca juga: Proyek JIS berpotensi tingkatkan ekonomi kawasan

Karya yang mereka tampilkan di antaranya teatrikal budaya daerah, penampilan band musik hingga tari-tarian tradisional.

Melalui sajian video tersebut, Armen bersama rekan seprofesi membuka kesempatan berdonasi bagi penonton untuk membantu ekonomi seniman selama pandemi.

"Kalau sumbangan dari virtual tidak banyak juga. Hanya mereka yang peduli saja. Jumlahnya (donasi) bisa sampai Rp6 juta hingga Rp10 juta," katanya.

Sebagian seniman ada pula yang berinisiatif menyumbangkan donasi penonton kepada sejumlah yayasan yatim piatu.

Kegiatan seni virtual itu dirancang secara rutin setiap akhir pekan di TMII bersama sekitar 20-40 orang dari komunitas seniman hingga pukul 18.00 WIB.

Hotel dan restoran
Sabtu (13/2), laman jual beli secara daring OLX memajang tidak kurang dari 452 iklan penjualan hotel, apartemen hingga rumah singgah di Jakarta.

Ketua Badan Pimpinan Perhimpunam Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Sutrisno Iwantono yang dikonfirmasi belum dapat memastikan apakah iklan penjualan itu terkait dengan dampak pandemi terhadap bisnis hotel di Jakarta.

Namun Sutrisno memastikan tidak kurang dari 9.000 bisnis hotel dan restoran di Jakarta yang mendukung program pariwisata mengalami dampak transaksi keuangan akibat tingkat okupansi yang menurun drastis selama pandemi.

Sutrisno mengatakan saat ini terdapat 150-200 restoran yang tutup permanen sejak September 2020 akibat pembatasan konsumen maksimal 25 persen dari total kapasitas tampung.

Baca juga: Ratusan restoran dan hotel di Jakbar dapatkan hibah pariwisata

"Kalau yang di OLX kita tidak tahu, itu urusan sendiri dan hubungan langsung ke hotel tapi tidak ada hotel yang dijual wajib lapor ke PHRI. Tidak ada kewajiban itu dan itu persoalan internal," katanya.

Sutrisno hanya membenarkan bahwa ada sebagian hotel di Jakarta yang nyaris tutup, namun data tersebut tidak dihimpun sebab sebagian besar pengelola tertutup kepada organisasi terkait persoalan internal.

Hotel yang selama ini tetap buka pun hanya sanggup menutupi kebutuhan biaya operasional hotel seperti gaji pegawai, penyediaan sarana prasarana protokol kesehatan, pembayaran pajak dan pasokan listrik serta air. Belum sampai pada orientasi keuntungan bisnis.
 
Pengunjung menikmati wahana permainan saat berwisata di Dunia Fantasi, Ancol, Jakarta, Jumat (12/2/2021). . ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)


Upaya adaptasi terhadap protokol kesehatan dari pemerintah pun terus dilakukan demi memberi jaminan keamanan bagi konsumen, seperti penyediaan kamar tidur bagi sebagian pegawai, pengeluaran rutin untuk tes cepat pegawai, hingga sarana pendukung alat perlindungan diri (APD).

"Kalau dari sisi keuangan sudah tidak masuk akal, kalau ditutup akan lebih parah tidak bisa penuhi operasional. Bayangkan, setiap harinya selalu ada biaya untuk tes cepat pegawai yang keluar masuk hotel. Sebagian lainnya menyediakan tempat penginapan pegawai di hotel untuk meminimalisasi biaya tes cepat," katanya.

Bisnis perhotelan saat ini sangat mengandalkan reservasi tempat bagi kebutuhan resepsi di akhir pekan dengan protokol kesehatan ketat.

Peran pemerintah
Saat ini pemerintah tidak tinggal diam menyikapi nasib yang dialami pengusaha hotel maupun restoran di Indonesia, termasuk Jakarta.

Kebijakan yang memberikan 'angin segar' kepada pengusaha pun terus bergulir, di antaranya subsidi bagi fasilitas isolasi pasien COVID-19 maupun WNA di hotel berbintang hingga sertifikasi Clean, Health, Safety, dan Environment (CHSE).

Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta, Bambang Ismadi mengatakan sebanyak 1.676 telah mengajukan subsidi pemerintah untuk isolasi pasien COVID-19.

Jumlah tersebut terdiri atas 343 pengusaha hotel berbintang, 63 perusahaan hotel non-bintang, dan 1.270 pengusaha restoran. Bantuan diberikan terhadap pemohon yang telah melengkapi persyaratan administrasi.

Total dana hibah dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di wilayah Jakarta berkisar Rp500 milliar, terbagi atas alokasi bantuan langsung tunai ke hotel dan restoran Rp350 miliar dan Rp150 miliar untuk bimbingan teknis.

Program tersebut juga berlaku bagi Warga Negara Asing (WNA) yang tiba di Jakarta untuk langsung menjalani isolasi di hotel.

Terdapat 55 hotel yang masuk dalam keanggotaan PHRI memperoleh subsidi bagi isolasi WNA.

Selain itu, program sertifikasi Clean, Health, Safety, dan Environment (CHSE) menjadi harapan baru bagi para pelaku usaha restoran dan hotel di Jakarta untuk meningkatkan okupansi selama pandemi COVID-19.

Direktur Hotel Balairung Jakarta, Buchari Bachter menganggap sertifikasi CHSE sebagai jaminan kepada wisatawan dan masyarakat bahwa produk dan pelayanan yang diberikan sudah memenuhi protokol kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan.

Pemberian sertifikat kepada usaha pariwisata, usaha/fasilitas lain terkait, lingkungan masyarakat, dan destinasi pariwisata dilakukan dengan melibatkan tim audotor independen terhadap penerapan protokol kesehatan.

Dilansir dari lama Kemenparekraf, sertifikat ini diberikan kepada sejumlah tempat usaha, di antaranya daya tarik wisata, desa wisata, homestay/pondok wisata, hotel, restoran/rumah makan, tempat penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konvensi dan pameran arung jeram, golf, usaha wisata selam.

Terdapat tiga tahap dalam memperoleh sertifikat CHSE, yaitu tahap penilaian mandiri, tahap deklarasi mandiri, tahap penilaian dan tahap pemberian sertifikat.

"Semua lini dicek dengan melibatkan tim dari laboratorium, mulai dari depan sampai belakang diperiksa benar-benar. Dengan ada sertifikasi ini dan konsistensi pemerintah, hotel bisa tekan cemaran COVID-19," katanya.

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran, Emil Arifin, mengemukakan belum ada studi yang spesifik yang menegaskan restoran sebagai klaster utama penularan COVID-19.

Survei terakhir oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa ada penularan terjadi di restoran dan kedai sebesar 36 persen. "Saya sempat protes, restoran dan kedai berbeda," katanya.

Alasannya, tidak semua pengelola kedai menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Emil mengaku keberatan bila peristiwa penularan COVID-19 yang dialami Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo di salah satu restoran di Sulawesi Barat dan Kalimantan Selatan sebagai barometer klaster penularan COVID-19 di tempat usaha restoran.

Baca juga: Asosiasi pariwisata minta Gubernur DKI cabut PSBB Transisi

"Doni Monardo yang tertular COVID-19 diduga akibat melepas masker untuk makan bersama di salah satu restoran tidak bisa dijadikan alasan bahwa seluruh restoran tidak higienis," katanya.

Perspektif positif dari krisis yang dialami sejumlah pengusaha di Jakarta sesungguhnya membawa peluang untuk membawa wajah baru bagi industri pariwisata di era pandemi

Mempelajari hal-hal baru yang ditawarkan oleh teknologi digital sangatlah penting dalam industri pariwisata saat ini dalam ikhtiar memutus mata rantai penularan COVID-19.

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021