Bisa dibayangkan ketika nanti masyarakat memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), tetapi yang diperjualbelikan tidak memenuhi standar atau ketentuan itu akan merugikan masyarakat
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar Kualitas Modul Fotovoltaik Silikon Kristalin akan melindungi keamanan dan keselamatan konsumen.

"Bisa dibayangkan ketika nanti masyarakat memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), tetapi yang diperjualbelikan tidak memenuhi standar atau ketentuan itu akan merugikan masyarakat," kata Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta, Minggu.

Lebih lanjut, Chrisnawan menegaskan produk modul fotovoltaik (PV) silikon kristalin wajib memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) melalui pembubuhan tanda SNI.

"Ini sudah common practice yang diterapkan oleh dunia internasional dan merujuk pada International Electrotechnical Commission (IEC)," ungkapnya dalam acara Energi Kolaborasi Series secara virtual.

Melalui kewajiban SNI, sambung Chrisnawan, akan mampu mengukur persyaratan dan prosedur uji untuk diaplikasikan di seluruh dunia.

"Dengan memberikan tanda SNI ini, masyarakat sudah yakin produk PLTS ini sudah melewati proses pengujian dan pengawasan, sehingga keandalan mutu tetap terjaga," bebernya.

Pihak yang wajib mengajukan sertifikasi SNI adalah produsen dan importir, yaitu badan usaha yang melakukan impor modul fotovoltaik silikon kristalin untuk dipasarkan di dalam negeri dan merupakan perwakilan resmi dari produsen di luar negeri.

PLTS menjadi prioritas utama pemerintah dalam mengejar target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.

Hal ini mempertimbangkan potensi yang besar dan jangka waktu pembangunan yang relatif lebih cepat dari pembangkit lainnya.

"Indonesia ini potensi energi surya 207,8 gigawatt (GW). Saat ini, pemakainya 153 megawatt. Kedua, PLTS cepat dibangunnya dan diinstalasinya. Waktu pembangunannya relatif cepat, bisa sampai satu tahun," ungkap Chrisnawan.

Pertimbangan lain adalah biaya teknologi PLTS yang makin efisien dan kompetitif dari tahun ke tahun.

"Harganya drop drastis. Tahun 2013, harga PLTS adalah 20 sen dolar AS (per kWh), lima tahun terakhir sekitar 10 sen, PLTS Cirata menjadi 5,81 sen, sudah drop. Yang terakhir, ada investor yang berminat di harga 4 sen," rinci Chrisnawan.

Turunnya harga, menurut Chrisnawan, disebabkan beberapa hal antara lain ongkos teknologi global yang turun, penetrasi pasar yang semakin banyak, mekanisme lelang, dan kemudahan izin.

"Semakin banyak orang pasang, artinya ongkosnya akan semakin turun. Kemudahan izin juga turunkan cost," ungkapnya.

Melihat potensi biaya yang terus turun, maka diharapkan akan semakin banyak investor berminat untuk mengembangkan PLTS.

Hal ini dinilai akan menjadi sinyal positif bagi investor. "Kita harapkan ini jadi sinyal positif investor turunkan biaya pengembangan EBT solar (surya)," pungkas Chrisnawan.


Baca juga: ESDM: Regulasi PV silikon kristalin jamin standar kualitas modul surya
Baca juga: Kementerian ESDM akan bangun taman panel surya di Indonesia timur
Baca juga: Tingkatkan bauran EBT, ESDM dorong industri gunakan panel surya


Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021