Pertaruhannya adalah integritas dan kredibilitas penyelenggara pemilu agar semua pihak menerima hasil PSU, termasuk pasangan calon yang kalah legawa.
Banjarmasin (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (KM) pada tanggal 19 Maret memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan 2020 di tujuh kecamatan, kemudian KPU Provinsi Kalsel menetapkan hari-H pencoblosan​​ pada tanggal 9 Juni mendatang.

Duel ulang Pilkada Kalsel menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk DPR RI. Bahkan, Panitia Kerja (Panja) Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 dari Komisi II DPR RI turun langsung dalam kunjungan kerja ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalsel pada hari Selasa (30/3).

Rombongan Panja yang diketuai Saan Mustopa dari Partai NasDem tersebut menguliti proses pelaksanaan Pilkada serentak di Kalsel hingga berujung sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.

Tentunya bagi Panja DPR RI, Pilkada Kalsel hingga terjadinya PSU ini sangat disayangkan sebab tidak hanya mencoreng pelaksanaan pilkada yang harusnya jujur dan adil (jurdil) serta demokratis, tetapi juga membuat keuangan negara harus kembali terkuras.

Panja merasa penting melakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya, termasuk PSU. Hal ini juga disampaikan Saan Mustopa bahwsa PSU sangat penting dan krusial dilakukan dengan baik oleh penyelenggara sebab akan sarat dinamika politik yang tinggi.

Tidak menutup kemungkinan menjadi sorotan dan perhatian tidak hanya masyarakat Kalsel, tetapi juga rakyat Indonesia.

Tidak pelak lagi, bila ada tuntutan kepada pihak penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu Provinsi Kalsel, untuk melaksanakan PSU yang berkualitas dengan dengan tetap menaati protokol kesehatan COVID-19 yang ketat pada masa pandemi ini.

Pertaruhannya adalah integritas dan kredibilitas penyelenggara pemilu agar semua pihak menerima hasil PSU, termasuk pasangan calon yang kalah legawa.

Terkait dengan anggaran PSU Pilkada Kalsel juga tidak luput dari perhatian Panja. Wakil rakyat ini mendapat kepastian dari Penjabat Gubernur Kalsel Safrizal Z.A. bahwa pemerintah provinsi setempat sudah menyediakan anggaran untuk itu.


Baca juga: KPU Kalsel: Anggaran PSU Pilgub sebesar Rp24 miliar

Di Balik PSU

Pilkada Kalsel pada tanggal 9 Desember 2020 memang berlangsung sangat sengit karena hanya ada dua kontestan, yakni pasangan calon nomor urut 01 H. Sahbirin Noor sebagai petahanan yang didampingi H. Muhidin, Wali Kota Banjarmasin periode 2010—2015.

Kedua pasangan ini didukung dan diusung partai-partai besar, yakni Partai Golkar (Sahbirin Noor sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Kalsel), PAN (H. Muhidin sebagai Ketua DPW PAN Kalsel), PKS, PDIP, NasDem, dan PKB. Pasangan ini juga didukung partai nonparlemen: PSI, PKPI, PBB, dan Perindo.

Sementara itu, sang penantang yang tidak kalah populer namanya di tingkat nasional adalah Prof. H. Denny Indrayana, mantan Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan H. Difriadi Derajat, Wakil Bupati Tanah Laut periode 2010—2015.

Kedua pasangan ini didukung atau diusung Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan PPP. Pasangan dengan slogan "Hijrah Gasan Banua" ini juga didukung Partai Gelora.

Pertarungan kedua kontestan memperebutkan suara sebanyak 2.793.811 pemilih sesuai daftar pemilih tetap (DPT) di 13 kabupaten/kota di provinsi ini hingga finalnya pada tanggal 9 Desember 2020. Pencoblosan di 9.086 tempat pemungutan suara (TPS) pun sangat sengit.

KPU Provinsi Kalsel pada rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan suara pada Pilkada Kalsel,  17—18 Desember 2020, untuk 13 kabupaten/kota di Hotel Golden Tulip Banjarmasin, akhirnya menetapkan secara resmi perolehan kedua pasangan calon dengan selisih suara tidak sampai 1 persen atau 8.127 suara.

KPU menetapkan total perolehan suara pasangan Sahbirin-Muhidin sebanyak 851.822 suara atau 50,24 persen, sedangkan total perolehan suara pasangan Denny-Difri sebanyak 843.695 suara atau 49,76 persen dari total surat suara pemilih yang sah pada hari-H pencoblosan, 9 Desember 2020, sebanyak 1.695.517 suara.

Hasil ini pun disengketakan pasangan Denny-Difri ke MK, hingga akhirnya MK pada sidang putusan terkait dengan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada tanggal 19 Maret 2021 memutuskan PSU, yakni di Kecamatan Banjarmasin Selatan di Kota Banjarmasin dan lima kecamatan di Kabupaten Banjar, Sambungan Makmur, Martapura, Astambul, Matraman, dan Aluh-Aluh serta 24 TPS di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin.

Secara otomatis, MK membatalkan surat keputusan KPU Kalsel dalam penetapan rekapitulasi perolehan suara Pilkada Kalsel 2020 pada tanggal 18 Desember 2020 pada tujuh kecamatan tersebut.

Baca juga: DPR RI evaluasi Pilkada Kalsel yang berujung PSU

Jadwal PSU

Setelah MK memutuskan Pilkada Kalsel 2020 dilakukan PSU di tujuh kecamatan di tiga daerah tersebut, KPU Provinsi Kalsel memastikan menerima keputusan tersebut.

Mau tidak mau,  KPU setempat menjalankan putusan MK dengan jangka waktu 60 hari terhitung keputusan itu. Ketua KPU Provinsi Kalsel Sarmuji lantas melaksanakan rapat internal untuk penetapan jadwal PSU. Akhirnya disepakati pada tanggal 9 Juni 2021.

Saat ini pula KPU tengah mempersiapkan pembentukan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) dan panitia pemilihan kecamatan (PPK) yang baru. KPPS dan PPK yang baru ini sesuai dengan perintah MK.

Tempat pemungutan suara yang di-PSU-kan itu sebanyak 827 TPS dengan jumlah pemilih sesuai dengan daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 266.736 jiwa.

Pelaksanaan PSU ini tentunya tidak lepas dari anggaran. KPU Provinsi Kalsel menyebut anggaran PSU di tujuh kecamatan tersebut sebesar Rp24 miliar. Anggaran ini, sebagaimana dikatakan Ketua KPU Provinsi Kalsel Sarmuji untuk honor KPPS dan PPK serta pemenuhan logistik, seperti surat suara.

Untungnya, KPU memiliki sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) pada pelaksanaan Pilkada 2020, yang sudah dikumpulkan juga dari KPU kabupaten/kota hingga mencapai sekitar Rp20 miliar.

Terus kekurangan Rp4 miliar dari mana? KPU lantas berkoordinasi dengan Pemprov Kalsel, kemudian penyelenggara pemilu ini mendapat jaminan dari pemerintah provinsi setempat, apalagi DPR RI juga membantu menyampaikan hal itu ke pemprov. 

Baca juga: Sentra Gakkumdu diaktifkan jelang PSU Pilgub Kalsel

Pengawasan PSU

Sesuai peraturan KPU (PKPU), menurut Ketua Bawaslu Provinsi Kalsel Erna Kasypiah, PSU ini tidak ada tahapan kampanye bagi pasangan calon. Hal ini perlu dipathui para pasangan calon dengan tetap jaga iklim kondusif hingga pelaksanaan PSU yang dijadwalkan pada tanggal 9 Juni 2021.

Dalam hal ini, Bawaslu Provinsi Kalsel akan mengaktifkan lagi Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang akan mengkaji segala pelanggaran pemilu.

Semua pasangan calon be​​​​​serta tim suksesnya harus menjaga iklim kondusif pada tahapan PSU ini sehingga tidak menimbulkan kegaduhan atau saling lapor. Begitu pula di media sosial, kedua kubu agar tidak saling serang, apalagi buat kampanye hitam.

Bahkan, Bawaslu juga sudah berupaya mengantisipasi lebih dini agar tidak terjadinya kampanye, baik secara langsung maupun melalui media sosial, dengan menyurati pasangan calon dan tim suksesnya.

Kendati pada tahapan PSU ini belum ada petunjuk teknis, Bawaslu melakukan tindakan termasuk menertibkan kampanye hitam dan sebagainya di media sosial, termasuk sanksi bagi pelanggarnya.

Selagi masih ada waktu, sebaiknya Bawaslu segera membentuk panitia pengawas di setiap kecamatan hingga kelurahan/desa supaya pengawasan lebih maksimal di lapangan. Soal panwsas ini, penyelenggara pemilu ini masih menunggu petunjuk Bawaslu RI karena berkaitan dengan anggaran.

Sementara itu, berdasarkan informasi dari Erna Kasypiah, Bawaslu Provinsi Kalsel masih memiliki dana sekitar Rp4 miliar yang merupakan Silpa Pilkada 2020.

Agar PSU Pilkada Kalsel berjalan lancar, kondusif, dan damai, persoalan itu segera dituntaskan.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021