KSP dan Setwapres sedang menyusun Perpres terkait penguatan moderasi beragama
Jakarta (ANTARA) - Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro mengatakan peristiwa larangan penggunaan masker yang diterapkan pengurus Masjid Al Amanah di Bekasi kepada para jamaah, melawan semangat moderasi beragama.

Hal itu disampaikan Juri saat membuka program KSP Mendengar dengan tema "Moderasi Beragama dengan Momentum Bulan Suci Ramadhan" secara daring dari Gedung Bina Graha Jakarta, Selasa.

“Peristiwa di Masjid Al Amanah Bekasi dimana pengurus tempat ibadah tersebut melarang jamaahnya menggunakan masker, ini merupakan cara beragama yang melawan semangat moderasi beragama," ujar Juri sebagaimana siaran pers di Jakarta, Selasa.

Dia menekankan hal itu bertolak belakang dengan semangat moderasi beragama yang sejatinya merupakan penguatan dan upaya menjaga karakter moderat di dalam kehidupan masyarakat.

Dia menyampaikan merajut toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan harus terus ditumbuhkembangkan.

Baca juga: Ramadhan dan moderasi beragama
Baca juga: Wapres sebut moderasi beragama di Indonesia mulai dilirik dunia


Menurutnya, moderasi beragama menjadi sangat penting karena kecenderungan pengamalan agama berlebihan akan memunculkan pembenaran secara sepihak.

Juri menjelaskan, moderasi beragama sebagai salah satu agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, menjadi isu yang selalu dihadapi dalam menjaga Indonesia sebagai negara yang plural dengan banyak agama di dalamnya.  "Agama harus bisa menjadi perekat bangsa," katanya.

Moderasi beragama sebagai karakter keagamaan di Indonesia juga ditegaskan Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad.

Rumadi menilai, moderasi beragama merupakan cara beragama yang tidak berlebihan, tidak terlalu jauh ke kanan atau jauh ke kiri. Sehingga, hal tersebut menjadi karakter penting yang berkembang di Indonesia sebagai negara dengan mayoritas umat Muslim.

Namun Rumadi mengingatkan, moderasi beragama bukan hanya ditunjukkan bagi umat Muslim saja. Semua agama, baik yang besar dan agama lokal yang tidak ditemukan di tempat lain, perlu mendapat perlindungan sebagai warga negara.

Baca juga: Kuatkan moderasi beragama, Kemenag gelar doa bersama
Baca juga: Menag ajak guru agama kuatkan moderasi beragama


Untuk itu, Rumadi memaparkan setidaknya empat hal yang perlu diperkuat dalam moderasi beragama.

Di antaranya melalui penguatan komitmen kebangsaan, penguatan toleransi, mengikis paham-paham keagamaan yang radikal, dan membentuk cara beragama yang ramah tradisi. Penguatan-penguatan itu, kata Rumadi, tengah diperjuangkan melalui RPJMN 2020-2024.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekjen Kemenag Nifasri mengungkapkan, agenda moderasi beragama dalam RPJMN 2020-2024 menjadi bagian dalam revolusi mental dan pembangunan kebudayaan.

Namun dia menyadari belum ada regulasi yang luas dan komprehensif mengenai moderasi beragama.

“Maka, kami bersama KSP dan Setwapres sedang menyusun Perpres terkait penguatan moderasi beragama. Dengan begitu, kami harapkan bisa diimplementasikan di seluruh lapisan masyarakat,” ungkap Nifasri.

Di sisi lain, Stafsus Wakil Presiden Bidang Informasi dan Komunikasi Masduki Baidlowi menegaskan peran penting Pemerintah Daerah dalam mengimplementasikan moderasi beragama. Dia meminta Kementerian Dalam Negeri untuk terus mendorong implementasi moderasi beragama di daerah-daerah.

KSP Mendengar kali ini juga dihadiri aktivis demokrasi dan mantan Ketua Komnas Perempuan Yuniyati Chuzaifah. Yuniyati menggarisbawahi bahwa moderasi beragama merupakan respon atas cara beragama yang cenderung monolitik non-dialogis, mengkutub dan ekstrimitas.

Selain itu, Yuniyati juga menilai, moderasi beragama adalah tuntutan global karena menguatnya paham ekstrimisme dan nativisme.

Baca juga: PP Muhammadiyah dukung kebijakan Polri soal moderasi beragama
Baca juga: FPKB minta pemerintah masifkan moderasi beragama

 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021