Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum dua terdakwa kasus korupsi PT Asabri Kresna Hutauruk berharap kepada pihak Kejaksaan Agung tidak membuat opini terkait penyembunyian aset hasil korupsi ke investasi bitcoin.

Kuasa hukum terdakwa kasus PT Asabri, Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, mengatakan penelusuran akun investasi bitcoin sebenarnya mudah dilakukan apalagi atas permintaan penegak hukum.

"Investasi bitcoin sangat mudah ditelusuri, siapa yang berinvestasi, akunnya apa, dari rekening mana dan uangnya lari kemana, sehingga lebih baik Kejaksaan Agung membuka saja datanya ke masyarakat, siapa yang sebenarnya berinvestasi di bitcoin," kata Kresna dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis.

Hali ini diungkapkan Kresna terkait pernyataan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah telah mengakui gagal membuktikan aset milik Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro dalam bentuk bitcoin sebagai modus penyembunyian hasil korupsi PT Asabri. Kejagung menemukan akun bitcoin yang sudah kosong.

Baca juga: Pakar: Jangan sampai "abuse of power" pada kasus Jiwasraya-Asabri

Kresna menyatakan bahwa Kejagung cenderung menggiring opini masyarakat dan tidak adil dengan tak menyebut secara jelas nama-nama tersangka yang berinvestasi bitcoin.

"Ketimbang hanya menyebutnya dengan istilah para tersangka, sehingga menggiring opini seakan-akan klien kami yang berinvestasi di bitcoin, walaupun investasi tersebut bukanlah haram. Apalagi sampai dikatakan mengosongkan akun," kata Kresna.

Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar mengatakan bahwa pihak Kejagung seharusnya membuktikan terlebih dahulu adanya kerugian negara akibat investasi bitcoin sebelum menyampaikan ke publik.

Baca juga: Kejagung: Nilai aset sitaan Asabri capai Rp14 triliun

"Mau bitcoin, mau perbuatan apa saja tidak masalah, yang penting ada pembuktian bahwa tindakan mereka merugikan negara," kata Fickar.

Menurut dia, kejaksaan dalam kiprahnya tidak boleh berasumsi dan menebak-nebak, karena fungsi kejaksaan di seluruh dunia itu sebagai penuntut umum.

"Karena itulah seorang jaksa ataupun institusinya diharamkan berasumsi, dan mengeluarkan pernyataan yang didasarkan perkiraan atau opini," ujarnya.

Pernyataan kejaksaan pun harus didasarkan pada bukti-bukti yang ada. Sehingga jika masih berasumsi, maka kejaksaan akan terjebak menjadi lembaga penuntutan yang otoriter dan ini akan mempengaruhi keabsahan hasil kerja mereka.

Baca juga: Lelang sitaan aset 17 kapal milik tersangka Asabri dibuka Jumat

Pewarta: Fauzi
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021