Mayoritas masyarakat yakni 87 persen memberikan respons negatif terhadap wacana PPN sembako,
Jakarta (ANTARA) - Survei yang dilakukan oleh Continuum Indonesia melalui media sosial Twitter menyimpulkan sebanyak 87 persen masyarakat memberikan respons negatif terhadap wacana pajak pertambahan nilai (PPN) sembako.

“Mayoritas masyarakat yakni 87 persen memberikan respons negatif terhadap wacana PPN sembako,” kata Big Data Expert Continuum Data Indonesia Omar Abdillah dalam diskusi daring, Senin.

Omar menjelaskan jumlah respons negatif publik tersebut 7 kali lipat lebih banyak dibandingkan respons positif. “Ini disebabkan oleh banyaknya penolakan dan penentangan terhadap rencana kebijakan pengenaan PPN untuk sembako,” ujar Omar.

Baca juga: Kemenkeu: Rencana pengenaan PPN masih akan dibahas bersama DPR

Omar mengatakan bocornya dokumen publik mengenai rencana pengenaan PPN untuk sembako memicu berbagai macam respons dari masyarakat di media sosial. Perbincangan mengenai pro-kontra wacana PPN sembako menyebar tidak hanya di kota-kota besar tetapi seluruh wilayah di Indonesia.

Continuum mendata sebanyak 86.200 pembicaraan dari 63 ribu akun membicarakan mengenai wacana PPN sembako selama 4-14 Juni 2021.

“Ini menunjukkan seberapa besar wacana pajak ini mendapatkan atensi dari publik,” kata Omar.

Omar menjabarkan bahwa dari 87 persen respon negatif tersebut, sebanyak 70 persen masyarakat mengatakan kecewa dan menolak wacana pajak sembako yang tidak memihak kepada rakyat.

“Selain itu, masyarakat juga membandingkan wacana pajak sembako dengan korupsi dana bansos, PPNBM yang gratis, serta kurang transparannya penggunaan pajak,” jelasnya.

Baca juga: Meredam polemik pengenaan PPN sembako

Hampir 8 persen masyarakat mengatakan wacana pajak sembako hoaks dan 6 persen lainnya setuju mengenai wacana pajak sembako “premium” dan juga mengatakan PPNBM dan PPN sembako tidak memiliki relevansi.

Menkeu Sri Mulyani membenarkan bahwa sembako akan menjadi objek pajak, namun pemerintah hanya akan menyasar produk-produk premium yang juga termasuk dalam kategori sembako. Menkeu mencontohkan dengan Beras Shirataki atau Basmati hingga Daging Wagyu dan Kobe.

Sri Mulyani mengatakan bahwa fenomena munculnya produk-produk yang very high end, namun tetap termasuk dalam sembako itulah yang pemerintah coba untuk seimbangkan.

“Justru pajak itu mencoba untuk meng-adress isu keadilan karena diversifikasi dari masyarakat kita sudah sangat beragam,” tutur Sri Mulyani.

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021