Jadi memang persiapan dan antisipasi sejak awal akan amat membantu ketika masalah sudah di depan mata
Jakarta (ANTARA) - Pakar ilmu kesehatan dari Fakultasi Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkap langkah efektif yang ditempuh India dalam mengatasi krisis oksigen saat terjadi lonjakan COVID-19.

"India juga pernah mengalami kekurangan oksigen yang banyak diberitakan. Sedikitnya ada lima hal yang dilakukan India ketika itu untuk mengatasinya," katanya melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Guru Besar Paru itu, mengatakan India sempat memberi larangan penggunaan oksigen cair untuk kepentingan nonkesehatan. Pelaksanaannya secara ketat dan industri lain tidak diizinkan menggunakan oksigen, tanpa terkecuali.

Langkah selanjutnya yang ditempuh India, kata Tjandra, menginisiasi pemasangan “Medical Oxygen Generation Plants” sebagai pabrik produksi oksigen di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan di negara itu.

"India juga mempercepat distribusi, seperti dengan 'oxygen express trains'," katanya.

Hal yang tidak kalah penting, kata dia, peran aktif berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam mendorong pengadaan oksigen bagi masyarakat yang sedang membutuhkan.

"Misalnya, Hemkunt Foundation dengan 150 relawan, melayani sekitar 15 ribu panggilan telepon, semacam pelayanan oksigen 'drive-through' dan Sewa International yang menyediakan 'oxygen concentrator'," katanya.

Tjandra mengatakan India juga menerima bantuan oksigen dari negara lain, termasuk Indonesia. Amerika Serikat pernah menyumbang 1.100 silinder oksigen, Prancis menyumbangkan oksigen cair, Inggris menyumbangkan “oxygen concentrator”, dan Jepang mengirimkan “oxygen concentrator”.

Baca juga: Terjadi penumpukan pasien di RSUDAM akibat kebutuhan oksigen tinggi

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu, mengatakan ada negara bagian tertentu yang sudah sejak awal menyiapkan kemungkinan kasus.

Di Kerala misalnya, katanya, cukup banyak rumah sakit yang sudah menyiapkan “liquid oxygen processing unit” yang amat memudahkan mereka pada masa kekurangan oksigen melanda berbagai rumah sakit di India.

"Jadi memang persiapan dan antisipasi sejak awal akan amat membantu ketika masalah sudah di depan mata. Hal yang paling penting untuk mengatasi kekurangan oksigen adalah menangani masalah di hulunya, yaitu menekan jumlah penduduk yang sakit," katanya.

Tjandra menambahkan cukup banyak negara bagian di India, termasuk kota besar, seperti New Delhi dan Mumbai, sebagai pusat industri film Bollywood yang melakukan karantina wilayah cukup ketat sehingga mobilitas penduduk dibatasi.

"Negara bagian lain menggunakan pembatasan sosial yang bervariasi sesuai pola epidemiologisnya masing-masing dan akibatnya penularan di masyarakat juga dapat amat ditekan," katanya.

India juga meningkatkan jumlah test nya amat tinggi menjadi sekitar dua juta orang per hari, dan jumlah vaksinasi sampai delapan juta orang pe rhari. Jumlah yang amat besar," katanya.

Ia menyebut pada 8 Mei 2021 kasus baru COVID-19 per hari di India 403.405 orang dan pada 8 Juni turun menjadi 92.596 orang. 

Bahkan, katanya, pada 5 Juli 2021 angkanya hanya 34.703 orang sehingga turun lebih dari 10 kali lipat lebih rendah dalam waktu tidak sampai dua bulan.

"Kita tentu mengharapkan agar angka pasien baru COVID-19 di negara kita yang di tanggal 7 Juli 2021 sudah hampir 35 ribu kasus baru per hari dapat segera diturunkan pula," katanya.

Baca juga: Dinkes: Kebutuhan oksigen untuk medis di Tulungagung naik 300 persen
Baca juga: Pemkot Bandung pastikan tabung oksigen terdistribusi baik ke RS
Baca juga: Kemenkes dorong industri gas tambah pasokan oksigen untuk kesehatan

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021