Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) UNESCO sekaligus Anggota Dewan Pusat Kewarganegaraan Global Ban Ki Moon, Irina Bokova, mengatakan ekosistem digital yang inklusif merupakan sebuah keharusan agar teknologi yang perkembangannya begitu pesat bisa berjalan beriringan.

"Penting bagi kita semua untuk menciptakan sebuah ekosistem digital yang inklusif; untuk pria, untuk wanita, untuk anak-anak, membantu mereka untuk belajar, berkembang dan berinovasi terutama di masa pandemi," kata Bokova dalam paparannya di seminar daring "Tech & Sustainability: Everyone's Included" yang digelar oleh perusahaan teknologi Huawei, Kamis.

Baca juga: Huawei perkuat komitmen dukung "Satu Data Indonesia"

Sependapat dengan Bokova, peneliti perilaku Kulani Abendroth-Dias mengatakan, selain pembangunan infrastruktur TIK, diperlukan juga kolaborasi dari berbagai pihak dan pemangku kepentingan untuk memberikan pelatihan talenta digital untuk mewujudkan ekosistem digital yang merata.

"Talenta digital tidak hanya harus cakap dalam hard skill saja, namun, juga harus memiliki soft skill seperti kegesitan untuk mengikuti perkembangan teknologi yang cepat berevolusi," jelas Abendroth-Dias.

"Lalu, mampu mengikuti dialog soal tren yang sedang dan akan berlangsung, serta membuka percakapan tentang apa yang teknologi bisa dan tidak bisa lakukan. Ini semua penting karena teknologi sekarang bermacam-macam dan memiliki peran yang krusial," imbuhnya.

Menambahkan, Associate Dean for Responsible and Sustainable Business Education di International Business School Suzhou (IBSS) Xi'an Jiaotong-Liverpool University, Ellen Touchstone mengatakan, kreativitas dan empati adalah aspek lain yang perlu dimiliki pelajar dan pendidik demi mewujudkan ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan.

"Salah satu kemampuan (skill) yang menurut saya perlu dimiliki generasi muda adalah kreativitas. Kehadiran teknologi membuat orang lebih kreatif, kita juga berinteraksi dengan banyak orang. Keberagaman ini merupakan salah satu yang memicu kreativitas," kata Touchstone.

"Selain itu, empati serta kemampuan untuk 'mengerti' dan 'mendengarkan' orang lain juga adalah skill yang penting untuk dimiliki. Bagaimana kita bersedia untuk mendengarkan perspektif orang lain, tidak berkutat pada stereotip tertentu," imbuhnya.

Sebelumnya, Vice President of Huawei Asia-Pacifiic Region (APAC) Jay Chen dalam jumpa pers daring mengatakan pihaknya sebagai perusahaan teknologi tengah mengupayakan untuk memperkecil kesenjangan digital (digital divide), serta mewujudkan ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan.


Baca juga: Kominfo dukung Google dan media hadirkan ekosistem digital sehat

Baca juga: Media yang kredibel ciptakan ekosistem digital yang sehat

Baca juga: Pemerintah target 30 juta UMKM masuk ekosistem digital 2024

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021