Terdapat campur tangan terdakwa dalam penggantian PPK bansos sembako dari Matheus Joko kepada Adi Wahyono .
Jakarta (ANTARA) - Jaksa penuntut umum (JPU) KPK membantah keterangan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang menyebut dirinya hanya memberikan usulan pengadaan bantuan sosial sembako COVID-19 namun tidak memutuskan kuota masing-masing perusahaan penyedia bansos.

"Dalam persidangan terdakwa membantah adanya peranan dalam mencampuri kewenangan Adi Wahyono selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) bansos sembako dan Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) bansos sembako dalam proses penunjukan penyedia bansos sembako tetapi bantahan terdakwa tersebut haruslah ditolak," kata JPU KPK Dian Hamisesa dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Jaksa lalu menyampaikan sejumlah fakta yang sebelumnya sudah terungkap di persidangan.

"Dalam persidangan terdakwa mengakui pernah menuliskan di buku kerja Adi Wahyono sebuah skema pembagian jumlah alokasi 1,9 juta paket bansos sembako di Jabodetabek menjadi beberapa klaster penyedia yang ditentukan terdakwa," ungkap jaksa.

Penulisan skema pembagian kelompok penyedia tersebut selanjutnya dijadikan pedoman Adi Wahyono dan Matheus Joko selaku PPK bansos sembako dalam penunjukan penyedia bansos.

Menurut jaksa, perbuatan terdakwa ini haruslah diyakini sebagai bentuk campur tangan terdakwa berupa pemberian instruksi kepada Adi Wahyono dan Matheus Joko.

"Menjadi hal yang tidak wajar jika skema pembagian kelompok penyedia bansos sembako yang dibuat terdakwa itu hanya sekadar usulan kepada Adi Wahyono mengingat jabatan terdakwa selaku Menteri Sosial sekaligus pengguna anggaran di Kementerian Sosial," jelas jaksa.

Baca juga: Jaksa KPK mentahkan keterangan tiga orang dekat Juliari Batubara

Saat penulisan skema itu terjadi, Adi Wahyono hanyalah pejabat eselon II yaitu sebagai kepala biro umum yang ditunjuk sebagai Plt. Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) dan KPA Bansos sembako atau bawahan Juliari.

"Hal ini menunjukkan adanya kepentingan terdakwa dalam proses penunjukan penyedia bansos sembako dengan perintah terdakwa agar Adi Wahyono dan Matheus Joko mengumpulkan uang dari penyedia bansos sembako," tambah jaksa.

Skema pembagian kuota bansos tersebut bersesuaian dengan fakta penunjukan PT Anomali Lumbung Artha (ALA) sebagai penyedia bansos sebanyak 550.000 paket untuk bansos tahap ketiga dan seterusnya.

Selanjutnya, untuk melaksanakan perintah Juliari, Adi Wahyono dan Matheus Joko membuat draf daftar penyedia berikut jumlah kuota, lalu dilaporkan kepada Juliari untuk mendapat persetujuan.

Setelah disetujui, lalu Adi memerintahkan Matheus untuk membuat surat penunjukan penyedia barang/jasa (SPPBJ).

Jaksa menambahkan bahwa terdapat campur tangan terdakwa dalam penggantian PPK bansos sembako dari Matheus Joko kepada Adi Wahyono pada bulan September 2020 yang bertujuan "mengamankan" keberlanjutan perintah terdakwa kepada Adi Wahyono dalam penunjukan penyedia bansos sembako dan pengumpulan uang dari penyedia dapat terlaksana sampai tahap akhir bansos sembako.

Baca juga: Jaksa: Sewa pesawat pribadi Juliari tidak bisa gunakan hibah undian

Dalam perkara ini, Juliari Batubara dinilai JPU KPK terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

Juliari dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain pidana badan, Juliari juga dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000,00 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak Juliari selesai menjalani pidana pokoknya.

Politikus PDIP tersebut dijadwalkan akan menyampaikan nota pembelaan pada hari Senin, 9 Agustus 2021.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021