Semua diminta keterangan sesuai jabatannya masing-masing
Jakarta (ANTARA) - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menilai pemanggilan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur, sesuai prosedur.

"Itu kan prosedural. Semua diminta keterangan sesuai jabatannya masing-masing," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Selasa malam.

Riza menyebut, bukan hanya Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta saja yang dipanggil, ada juga bidang-bidang lainnya yang akan dilakukan pemanggilan oleh KPK.

"Di bidang apapun, bagian keuangan diminta, dari BUMD diminta, wakil DPRD diminta itu semua prosedur," ujarnya.

KPK pada Selasa ini memanggil tiga saksi, termasuk Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik, dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur.

Baca juga: KPK panggil Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik saksi kasus tanah di Munjul

Ketiganya diagendakan diperiksa untuk tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan dan kawan-kawan.

"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta tahun 2019 untuk tersangka YRC dan kawan-kawan," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri. 

Dua saksi lain yang dilakukan pemeriksaan di Gedung KPK, yaitu Pelaksana Harian Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah periode 2019 Riyadi dan Kasubbid Pelaporan Arus Kas Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jaya Sudrajat Kuswata.

Selain Yoory, KPK juga menetapkan empat tersangka lain yaitu Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwenas, Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudy Hartono Iskandar dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo.

KPK menduga ada kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp152,5 miliar.

Baca juga: KPK panggil mantan Plt Sekda DKI terkait kasus pengadaan tanah Munjul

Awalnya, Sarana Jaya yang bergerak di bidang properti tanah dan bangunan mencari tanah di Jakarta yang akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.

Pada 4 Maret 2019, Runtuwenas bersama-sama Adrian dan Iskandar menawarkan tanah di Munjul seluas lebih kurang 4,2 hektare kepada Sarana Jaya. Akan tetapi, saat itu kepemilikan tanah tersebut masih sepenuhnya milik Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.

Mereka berdua lalu bertemu dengan Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus di Yogyakarta, kemudian disepakati ada pembelian tanah di Munjul dan disepakati harga tanah adalah Rp2,5 juta per meter sehingga total harga itu Rp104,8 miliar.

Pembelian tanah pada 25 Maret 2019 langsung perikatan jual beli sekaligus pembayaran uang muka oleh Runtuwenas dan Adrian dengan jumlah sekitar Rp5 miliar melalui rekening bank atas nama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.

Pelaksanaan serah terima Sertifikat Hak Guna Bangunan dan tanah girik dari pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus melalui notaris yang ditunjuk Runtuwenas.

Baca juga: KPK panggil empat saksi kasus korupsi pengadaan tanah di Munjul DKI

Runtuwenas, Adrian, dan Iskandar lantas menawarkan tanah kepada pihak Sarana Jaya dengan harga Rp7,5 juta per meter dengan total Rp315 miliar. Diduga terjadi negosiasi fiktif dengan kesepakatan harga Rp5,2 juta per meter dengan total Rp217 miliar.

Maka, pada 8 April 2019 dilakukan penandatanganan pengikatan akta perjanjian jual beli di hadapan notaris di Kantor Sarana Jaya antara pihak pembeli (Pinontoan) dan pihak penjual (Runtuwenas) dan dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar Rp108,9 miliar ke rekening bank milik Runtuwenas pada Bank DKI.

Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Pinontoan dilakukan pembayaran oleh Sarana Jaya kepada Runtuwenas sekitar Rp43,5 miliar.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021