Peluncuran NRA tahun 2021 bukan hanya sekadar memenuhi rekomendasi namun juga merupakan kebutuhan domestik dalam penentuan arah dan kebijakan nasional
Jakarta (ANTARA) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meluncurkan naskah Penilaian Risiko Tahun 2021 atau National Risk Assessment (NRA), Kamis, secara daring dan tatap muka dengan protokol kesehatan yang ketat di Auditorium Yunus Husein Gedung PPATK.

Peluncuran NRA ini merupakan respons Indonesia atas perkembangan keadaan risiko terkini dengan cara mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi berbagai risiko pencucian uang, pendanaan terorisme, serta pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, baik dalam lingkup risiko domestik maupun luar negeri (inward dan outward risk) yang mutakhir.

Kegiatan ini dibuka Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud MD.

Mahfud mengatakan pengkinian NRA tahun ini sebagai bentuk konkret terhadap implementasi Rekomendasi Nomor 1 Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) dan merespons catatan evaluasi dalam Mutual Evaluation Review (MER) Asia Pacific Group on Money Laundering (APG) Tahun 2018.

"Peluncuran NRA tahun 2021 bukan hanya sekadar memenuhi rekomendasi namun juga merupakan kebutuhan domestik dalam penentuan arah dan kebijakan nasional," jelas Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan pengkinian NRA merupakan bentuk adaptif Indonesia dalam merespons dinamika situasi dan kondisi risiko saat ini, terutama di masa pandemi.

"Dengan berkembangnya teknologi dan kompleksnya modus pelaku kejahatan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) yang tidak dapat diprediksi, memberikan peluang ancaman baru yang harus kita mitigasi dan antisipasi secara cepat dan tepat, salah satunya dengan melihat apa yang tertuang dalam Naskah NRA tahun ini,” lanjutnya.

Sementara itu Kepala PPATK Dian Ediana Rae menjelaskan Indonesia telah melaksanakan penilaian NRA yang pertama pada 2015 dan telah dilakukan penilaian konsolidasi NRA 2015 Updated atas berbagai penilaian risiko sektoral dan white paper selama periode 2015 sampai 2020.

"Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang sangat kuat dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Berbagai langkah dalam rangka mengukuhkan komitmen Indonesia telah dilaksanakan secara solid melalui strategi kebijakan nasional dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia," ungkapnya.

Dian menambahkan bahwa Indonesia secara konsisten dan progresif dalam hal upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU, TPPT, proliferasi senjata pemusnah massal (PSPM).

"Beberapa upaya yang telah dilakukan di antaranya mendorong RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal, perluasan pihak pelapor baru, perluasan penyidik TPPU, pembentukan public private partnership (PPP), pembentukan berbagai satgas, dan pembangunan database PEP (politically exposed person) domestik," jelas Kepala PPATK.

Dia mengatakan pengkinian NRA akan menjadi input yang berharga dalam proses MER (mutual evaluation review) yang kini sedang dijalani Indonesia. Terlebih, Pemerintah RI telah berkomitmen untuk mendorong Indonesia menjadi bagian dari FATF (financial action task force), yang kini masih berstatus sebagai observer.

Bergabungnya Indonesia ke dalam FATF akan menjadi pembuktian integritas sistem keuangan Indonesia, yang sejauh ini menjadi satu-satunya anggota G-20 yang belum tergabung dalam FATF.

Baca juga: PPATK ingatkan meningkatnya kejahatan siber dengan skema BEC
Baca juga: PPATK akan lapor hasil analisis donasi keluarga Akidi Tio ke Kapolri
Baca juga: PPATK luncurkan platform pertukaran informasi cegah TPPT

Pewarta: Budi Suyanto
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021