Di tengah booming-nya pemanfaatan e-commerce di Indonesia, terlebih lagi Indonesia baru saja meratifikasi perjanjian e-commerce ASEAN, maka lemahnya keamanan data di Indonesia sangat merugikan konsumen dan mengancam masa depan perdagangan digital di
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak menyatakan, kasus dugaan kebocoran data yang terjadi di sejumlah institusi atau entitas bisnis bila tidak ditangani segera dan tepat dapat menghambat pertumbuhan sektor ekonomi digital di Tanah Air.

"Di tengah booming-nya pemanfaatan e-commerce di Indonesia, terlebih lagi Indonesia baru saja meratifikasi perjanjian e-commerce ASEAN, maka lemahnya keamanan data di Indonesia sangat merugikan konsumen dan mengancam masa depan perdagangan digital di Indonesia," kata Amin Ak dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Seperti diketahui, kasus kebocoran data yang terakhir disorot publik adalah terkait dugaan kebocoran data publik yang terekam dalam aplikasi Electronic Health Alert Card (eHAC) Kementerian Kesehatan.

Amin menyatakan prihatin dengan pencurian data berulang seperti itu karena mengancam masa depan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

Ia mengingatkan bahwa hasil survey We Are Social pada April 2021 menyebutkan, persentase penggunaan e-commerce Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia.

"Sebanyak 88,1 persen pengguna internet di Indonesia memakai layanan e-commerce untuk membeli produk tertentu dalam beberapa bulan terakhir," ujarnya.

Ia menyayangkan lambannya pemerintah dalam mengambil langkah signifikan untuk menjamin data kependudukan.

Selain itu, ujar dia, lemahnya aturan hukum menyebabkan kelalaian pengelola sehingga terdapat kelemahan pada ketiadaan sistem otentikasi. Deteksi kelemahan ataupun kerawanan juga bisa dilakukan secara dini jika dilakukan pengecekan secara berkala.

Untuk itu, Amin Ak mendesak agar RUU Perlindungan Data Pribadi bisa disahkan dalam tahun ini juga. "Jangan sampai krisis keamanan data pribadi merusak target pemerintah untuk menjadikan ekonomi digital menjadi salah satu motor pertumbuhan PDB," tuturnya.

Menurut dia, dengan adanya UU Perlindungan Data Pribadi, maka kelalaian oleh pengelola data yang menyebabkan kebocoran harus dikenakan sanksi hukum tegas, serta kelemahan dalam sistem keamanan data individu juga harus dianggap sebagai kelalaian.

Setiap pihak yang lalai, imbuhnya, yang dianggap tidak dapat melindungi data pribadi pengguna harus mendapatkan sanksi yang sangat besar dan denda hingga triliunan rupiah untuk menimbulkan efek jera dan kehati-hatian di masa depan.

"Isu penting lainnya adalah lembaga pengawas yang akan ditunjuk. Semestinya lembaga tersebut bersifat independen agar powerful dan terbebas dari kepentingan," ucapnya.

Sebagaimana diwartakan, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI Widyawati mengemukakan dugaan kebocoran data pengguna aplikasi Electronic Health Alert Card (eHAC) lama masih memerlukan pembuktian digital forensik.

"Ini adalah baru dugaan kebocoran. Karena sebuah insiden kebocoran baru 100 persen bisa dikatakan bocor jika sudah ada hasil audit digital forensik," kata Widyawati saat memandu konferensi pers secara virtual yang dipantau dari kanal YouTube Kemenkes RI, Selasa (31/8).

Widyawati mengatakan laporan terkait dugaan peristiwa itu masih dalam proses penelusuran sejumlah pihak terkait dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) maupun lembaga hukum lainnya.

Baca juga: Puan minta lindungi data pribadi warga pada program penanganan pandemi
Baca juga: Pakar nilai respons Kemenkes lambat terkait laporan kebocoran data
Baca juga: Kebocoran data pribadi gegara server aplikasi lama tak di-"takedown"

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021