Banyak PMI yang kurang mendapat akses informasi, takut untuk melapor, dan masih membutuhkan bimbingan dan edukasi mengenai legalitas dokumen
Kuala Lumpur (ANTARA) - Departemen Hukum dan Advokasi Persatuan Pelajar Indonesia  (PPI) Malaysia 2020/2021 mengadakan diskusi bertajuk  Kelas Hukum Pekerja Migran Indonesia (PMI): Legalitas Dokumen PMI pada Sabtu, yang dilakukan secara virtual.

Acara ini dilatarbelakangi oleh masalah yang sering dihadapi PMI yaitu dokumen yang tidak lengkap dan ilegal yang masih eksis sampai saat ini.

Banyak pekerja migran tidak mengadukan kasusnya karena minimnya akses informasi, terbatasnya pengetahuan, tempat tinggal di daerah terpencil, takut dan lain-lain.

Dari pengalaman kasus yang diadvokasi oleh Migrant CARE, banyak PMI tidak memahami apa yang sebenarnya mereka tanda tangani.

Perusahaan penempatan PMI sering kali memaksa pekerja migran untuk segera menandatangani dokumen tanpa memberikan waktu untuk membaca dan memahami.

Karena itu Departemen Hukum dan Advokasi PPI Malaysia periode 2020/2021 berinisiatif melakukan sosialisasi dan edukasi melalui program diskusi tentang pentingnya dokumen, kelengkapan dokumen, alur legal, hingga pemeliharaan dokumen dan ikhtiar terhindar dari praktik ilegal.

Acara ini menghadirkan dua pembicara yaitu Rijal Al Huda selaku pelaksana tugas Atase Ketenagakerjaan KBRI Kuala Lumpur dan Tengku Adnan selaku Ketua BP KNPI Malaysia.

Selain itu acara ini juga dihadiri oleh para peserta dan para PMI melalui siaran langsung Facebook dan pertemuan melalui Zoom .

Acara diawali dengan penyampaian materi oleh Rijal Al Huda tentang bagaimana PMI bisa menjadi ilegal di Malaysia, salah satunya adalah penyalahgunaan surat izin turis untuk bekerja.

"Banyak yang memanfaatkan permit turis yang berlaku 30 hari untuk bekerja secara ilegal, lalu setelah masa berlaku habis individu kembali ke Indonesia untuk mendapat permit turis baru yang mana sangat merugikan banyak pihak," katanya.

Dia juga menyampaikan beberapa opsi tentang apa yang harus dilakukan jika PMI sudah menjadi ilegal seperti, pulang ke Indonesia dengan segera, membuat dokumen SPLP jika tidak mempunyai paspor dan mengikuti rekalibrasi pulang.

Segala permasalahan yang dialami PMI bisa diadukan ke KBRI atau KJRI setempat.

Sedangkan Tengku Adnan menekankan bahwa dokumen sangatlah penting untuk PMI di luar negeri  untuk memperoleh dan menuntut hak-hak pekerja, untuk memperoleh perlindungan dari tindakan yang tidak manusiawi atau eksploitasi, untuk memudahkan mobilitas dan akses ke fasilitas umum serta agar dokumen tidak disalahgunakan oleh pihak lain.

"Banyak PMI yang kurang mendapat akses informasi, takut untuk melapor, dan masih membutuhkan bimbingan dan edukasi mengenai legalitas dokumen," katanya.

Tengku Adnan mengatakan untuk mengatasi masalah PMI di Malaysia, dibutuhkan kolaborasi dan sinergi dari berbagai pihak, dari mulai mahasiswa, komunitas daerah, aliansi masyarakat hingga KJRI dan KBRI .

Baca juga: 161 PMI dipulangkan Malaysia ke Nunukan
Baca juga: P3WNI: Peluncuran pembebasan biaya PMI membebani hutang pekerja

 

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021