125 miliar dolar AS untuk membeli alutsista selama 25 tahun itu kecil, bahkan cenderung konservatif bila dibandingkan dengan....
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan terus berupaya meningkatkan kekuatan pertahanan militernya dengan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI dari tiga matra guna menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Berdasarkan catatan Global Fire Power (GFP) pada bulan Januari 2021 menyebutkan Indonesia menduduki posisi ke-16 sebagai negara dengan kekuatan militer terkuat di dunia. Adapun posisi pertama di Asia Tenggara sebagai negara dengan militer terkuat, serta di posisi ke-9 di bawah Iran dan di atas Arab Saudi.

Bahkan, dalam hal anggaran belanja militer, Indonesia mengeluarkan 6,9 miliar dolar AS atau setara Rp98 triliun.

Jumlah tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan nilai anggaran militer terbesar kedua setelah Singapura yang memiliki anggaran 9,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp135 triliun.

Alokasi anggaran pertahanan sendiri pada tahun 2021 sekitar Rp 136,9 triliun. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2020. Peningkatan anggaran itu diharapkan kekuatan pokok minimum atau minimum essential force (MEF) alutsista dapat tercapai pada tahun 2024.

Data Kementerian Pertahanan menyebutkan pada bulan Oktober 2020 menyebutkan TNI AD memiliki 77 persen kekuatan pokok minimal, TNI AL 67,57 persen, dan TNI AU 45,19 persen.

Jika ingin pemenuhan MEF tetap sesuai dengan rencana, yaitu terpenuhi 100 persen pada tahun 2024, Kementerian Pertahanan harus bisa mencapai pembangunan pemenuhan alutsista sekitar 36,81 persen dalam 5 tahun.

Pengamat pertahanan dan analis LAB45 Andi Widjajanto mengatakan bahwa kalkulasi kebutuhan anggaran untuk pengadaan alutsista sudah baku sejak 2006 saat Undang-Undang Pertahanan, UU TNI, dan UU Industri Pertahanan terbit. Formula tersebut tetap dilakukan sampai sekarang.

Pada tahun 2005 hingga 2006 telah terbit dokumen perencanaan alutsista jangka panjang yang disebut kekuatan pokok minimum (MEF). Hal itu disusun untuk memenuhi kebutuhan hingga 2024.

MEF itu suatu konsep rencana strategis yang dibagi tiga dan berakhir pada tahun 2024. Ada MEF I, II, dan III. Saat ini, Indonesia berada di MEF III. MEF III harus diselesaikan oleh Menteri Pertahanan Prabowo.

Oleh karena itu, Kemhan terus berupaya agar MEF hingga tahun 2024 dapat tercapai, yakni dengan pengadaan alutsista baru, seperti pesawat latih tempur T-50i Golden Eagle, kerja sama pembangunan pesawat tempur Korean Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental (KFX/IFX) yang hampir batal, pengadaan dua kapal patroli untuk TNI AL, rantis Maung untuk TNI AD dan lainnya.

Kemhan melakukan pengadaan 6 unit pesawat Latih Tempur Lead-In Fighter Training (LIFT) jenis T-50i Golden Eagle dari Korea Selatan untuk TNI Angkatan Udara.

Ini merupakan kontrak pengadaan yang kedua. Kelanjutan kerja sama dengan perusahaan Korea Aerospace Industries (KAI), demikian penjelasan Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kemhan Marsma TNI Penny Radjendra dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (20/7).

Pengadaan 6 unit pesawat T-150i dari KAI Korea Selatan ini tetap memperhatikan optimalisasi pemanfaatan komponen industri dalam negeri untuk mendukung penguatan industri strategis dalam negeri.

Nilai kesepakatan itu diprediksi mencapai 240 juta dolar Amerika Serikat, yang mau dipasok dari 16 Desember 2021 hingga 30 Oktober 2024.

Menhan Prabowo Subianto pun menyebutkan banyak alutsista TNI sudah berusia tua dan sangat mendesak untuk diganti.

Kebutuhan-kebutuhan ini, menurut Menhan, sangat penting dan Indonesia bersiap menghadapi dinamika lingkungan strategis yang berkembang dengan sangat pesat.

Kementerian Pertahanan pun membuat masterplan atau rencana induk 25 tahun kemampuan pertahanan RI.

Prabowo ketika di Bali, Kamis (22/4), mengatakan bahwa Presiden Jokowi pernah memerintahkan Menhan 1 tahun yang lalu untuk bersama-sama pimpinan TNI menyusun suatu masterplan, rencana induk. Presiden mengkehendaki betul rencana induk 25 tahun yang memberi kepada pihaknya suatu totalitas kemampuan pertahanan.

Raperpres Alpalhankam

Kementerian Pertahanan pun mencari formula terbaik dengan melakukan reorganisasi belanja dan pembiayaan alpalhankam Kemhan dan TNI, seperti tertuang pada Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun ‪2020—2024‬.

Dalam Raperpres Pasal 2 Ayat (1) disebutkan bahwa menteri menyusun Perencanaan Kebutuhan (Renbut) Alpalhankam Kemhan dan TNI untuk 5 Renstra Tahun ‪2020—2044‬ yang pelaksanaannya akan dimulai pada Renstra ‪2020—2024‬ dan membutuhkan renstra jamak dalam pembiayaan dan pengadaannya.

Dalam Pasal 3 Ayat (1) disebutkan bahwa renbut alpalhankam Kemhan/TNI seperti yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) sejumlah ‪124.995.000.000‬ dolar AS.

Pasal 3 Ayat (3) dijelaskan bahwa dari kebutuhan anggaran senilai ‪124.995.000.000‬ dolar AS, telah teralokasi sejumlah ‪20.747.882.720‬ dolar AS pada Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah Khusus Tahun ‪2020—2024‬.

Agar Indonesia memiliki alpalhankam yang efektif dan mutakhir guna mengatasi segala ancaman, menurut Juru Bicara Menteri Pertahanan RI Dahnil Anzar Simanjuntak, perlu modernisasi alutsista TNI.

Hal itu perlu karena adanya keterbatasan jumlah alpalhankam dan amunisi yang dimiliki saat ini, sebagian besar berusia tua dan tidak beroperasi optimal serta bekal pokok prajurit tidak cukup untuk bertempur dalam waktu lama.

Pengadaan alutsista melalui pinjaman luar negeri itu dinilai tidak akan membebani APBN dan tidak akan mengurangi alokasi belanja lainnya dalam APBN yang menjadi prioritas pembangunan nasional.

Reorganisasi belanja dan pembiayaan alpalhankam ini akan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan melalui mekanisme belanja alpalhankam lima renstra dibelanjakan pada satu renstra pertama, pada tahun ‪2020—2024‬ sehingga postur pertahanan ideal Indonesia bisa tercapai pada tahun 2025 atau 2026. Postur ideal tersebut bertahan sampai 2044.

Dengan formula itu, kata Dahnil, pada tahun 2044 akan dimulai pembelanjaan baru untuk 25 tahun ke depan.

Dengan investasi secara langsung pada tahun ‪2021—2024‬ akan meningkatkan posisi tawar Indonesia agar mendapatkan alat pertahanan dengan harga yang lebih terjangkau.

Modernisasi Diapresiasi

Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Rizal Darma Putra mengapresiasi komitmen Presiden Joko Widodo dan Menhan Prabowo Subianto untuk memodernisasi alutsista.

Perhatian Presiden Joko Widodo dan Menhan Prabowo Subianto patut diacungi jempol, demikian penilaian Rizal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (5/6).

Rizal menyatakan sepakat dengan rancangan strategis percepatan peremajaan alutsista yang kini sedang disusun Kementerian Pertahanan akan memiliki kepastian investasi pertahanan selama 25 tahun.

Hal yang selama ini tidak pernah bisa dilakukan. Rizal sepakat dengan yang saat ini tengah direncanakan oleh Pemerintah, yakni sistem pengadaan yang digeser ke depan yang dilakukan pada tahun ‪2021—2044.

Pemerintah tengah menyusun strategi pembiayaan investasi alat utama pertahanan. Pertama, persentase anggaran pertahanan terhadap PDB 0,8 persen yang konsisten selama 25 tahun ke depan.

Jumlah anggaran pemenuhan alpalhankam prioritas pada ‪tahun 2021—2044‬ disebut-sebut sebesar 125 miliar dolar AS dengan mengupayakan sumber pendanaan alternatif untuk mengurangi beban pemenuhan alpalhankam terhadap keuangan negara.

Meskipun angkanya terdengar fantastis, Rizal beranggapan 125 miliar dolar AS untuk membeli alutsista selama 25 tahun itu kecil, bahkan cenderung konservatif bila dibandingkan dengan potensi PDB Indonesia selama 25 tahun.

Investasi Pertahanan

Sementara itu, pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan akan alutsista masih banyak yang harus ditingkatkan dan dibenahi pengadaannya.

Pengembangan alutsista saat ini menggunakan paradigma baru yang menyatakan bahwa pembangunan kekuatan pertahanan adalah investasi.

Anggaran yang disediakan pemerintah untuk pengembangan kekuatan tidak dipandang sebagai biaya yang harus dikeluarkan, tetapi justru investasi yang harus memberikan keuntungan bagi masyarakat Indonesia.

Pengembangan alutsista sesuai dengan MEF, menurut kata Susaningtyas, adalah investasi untuk keutuhan NKRI dan menjamin keberlangsungan pembangunan nasional.

Tanpa alutsista yang andal maka pembangunan nasional dapat terganggu, bahkan terhambat. Maka, Pemerintah perlu memberikan alokasi anggaran pertahanan dengan skema persentase PDB sekitar 1,8 sampai 2 persen.

Baca juga: Askrindo kerja sama Pinhantanas jamin proyek alutsista

Baca juga: Kemhan pesan dua kapal patroli untuk perkuat alutsista TNI AL

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021