Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meminta Jumhur Hidayat melalui tim kuasa hukumnya menghadirkan dokter yang dapat menjelaskan kondisi kesehatan aktivis buruh itu pada persidangan berikutnya.

Keterangan dokter dibutuhkan oleh Majelis Hakim untuk membaca hasil laboratorium dan pemeriksaan Jumhur, yang pada beberapa minggu lalu menjalani operasi liver dan empedu.

“Setelah mendengar informasi dari terdakwa dan baca keterangan dokter, terus terang kami tidak berani ambil risiko untuk tetap menjalani sidang hari ini,” kata Hakim Ketua Hapsoro Widodo di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis.

“Kedua, karena tidak ada petugas medis di persidangan ini. Jadi lebih bagus kita tunda saja satu minggu. Catatannya, mohon untuk minggu depan, terdakwa bisa hadirkan dokternya supaya kami bisa dapat informasi. Supaya putusan yang bisa kami ambil bisa tepat,” tambah Hakim Ketua.

Terkait itu, Koordinator Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) Oky Wiratama sebagai penasihat hukum Jumhur menyampaikan pihaknya tidak dapat memastikan kehadiran dokter yang langsung merawat Jumhur.

Baca juga: Sidang Jumhur ditunda sepekan karena terdakwa masih pemulihan
Baca juga: Majelis Hakim kembali tunda sidang Jumhur Hidayat sampai 2 September
Baca juga: Sidang Jumhur kembali ditunda sampai 26 Agustus karena terdakwa sakit


Hal itu karena dokter yang merawat Jumhur masuk dalam Tim Dokter Kepresidenan sehingga jadwal praktiknya cukup padat, kata Oky.

Majelis Hakim pun mempersilakan penasihat hukum menghadirkan dokter lain yang penting ia mampu menjelaskan hasil pemeriksaan kesehatan Jumhur Hidayat.

Di luar ruang sidang, Jumhur menyampaikan ia masih dalam pemulihan pascaoperasi. Akan tetapi karena sidang telah tertunda cukup lama, maka Jumhur memutuskan tetap mengikuti sidang secara langsung.

“Dokter kasih hasil lab dan lain-lain serta keterangan khusus yang isinya (saya) hanya boleh melakukan pekerjaan ringan,” kata Jumhur saat ditemui di luar ruang sidang, Kamis.

Majelis Hakim pun mengumumkan sidang akan kembali berlanjut pada Kamis minggu depan (16/9) dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Majelis Hakim telah beberapa kali menunda sidang kasus Jumhur karena sejumlah alasan, termasuk di antaranya pelaksanaan PPKM Darurat di Jakarta, pergantian susunan Majelis Hakim, dan terakhir kondisi terdakwa yang sakit sehingga harus menjalani operasi.

Jumhur Hidayat, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sekaligus Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), telah didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran.

Aktivis buruh itu juga dituduh menyebarkan ujaran kebencian lewat cuitannya di media sosial Twitter, yang isinya mengkritik Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja pada 7 Oktober 2020.

Jumhur, lewat akun Twitter pribadinya, mengunggah cuitan: “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2”.

Dalam cuitannya, Jumhur mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul “35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja”.

Akibat cuitan itu, Jumhur terancam dijerat oleh dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021