Jakarta (ANTARA) - Ketua Sub Komisi Pemantauan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Dewi Kanti mengatakan bahwa selama lima tahun terakhir terdapat 36.356 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Kekerasan terhadap istri selalu menempati urutan pertama dari keseluruhan kasus KDRT ranah personal. Angka kekerasannya selalu berada di atas 70 persen,” tutur Dewi ketika memberi sambutan dalam seminar bertajuk “Memutus Rantai Kekerasan dan Memulihkan Korban” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Komnas Perempuan, Senin.

Dari 36.356 kasus KDRT yang terjadi dalam lima tahun terakhir, Dewi mengatakan terdapat 10.669 kasus kekerasan yang menyerang ranah personal.

Baca juga: Komnas HAM sebut sepanjang 2020 terdapat 19 kasus aduan pembela HAM

Kasus kekerasan dalam ranah personal meliputi kekerasan kepada istri, anak perempuan, pekerja rumah tangga, kekerasan ketika berpacaran, dan kekerasan yang melibatkan relasi personal, seperti relasi sebagai mantan pacar maupun mantan suami.

“Kekerasan personal yang paling minim adalah kekerasan terhadap pekerja rumah tangga,” kata Dewi.

Ia mengajak seluruh pihak terkait untuk melakukan refleksi atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga karena pelaksanaan UU ini masih menemui sejumlah hambatan dalam penerapannya.

“Melalui proses refleksi ini, kita dapat bersama-sama menyusun langkah untuk memutus mata rantai kekerasan dan memulihkan korban,” ucap dia.

Baca juga: Komnas Perempuan: Literasi masyarakat terhadap RUU PKS masih rendah

Adapun hambatan yang dihadapi dalam proses pengimplementasian UU PKDRT adalah tingginya angka korban yang mencabut pelaporan atau pengaduan KDRT, kerancuan penafsiran Pasal 2 UU PKDRT yang membahas mengenai ruang lingkup rumah tangga, kurangnya alat bukti, dan perbedaan perspektif aparat penegak hukum.

Selain itu, Dewi berpandangan bahwa pidana tambahan pembatasan gerak pelaku, pidana pembatasan hak-hak tertentu, dan kewajiban keikutsertaan pelaku dalam program konseling belum terlaksana dengan maksimal.

“Termasuk terdapat budaya yang masih menilai kasus KDRT sebagai aib dan masalah pribadi,” kata Dewi.

Baca juga: Perempuan perlu dilibatkan pada penyelesaian konflik intoleransi agama

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021