Ankara (ANTARA) - Jepang untuk pertama kalinya menuding China, Rusia dan Korea Utara sebagai tiga negara yang bertanggung jawab atas ancaman siber terhadap negara tersebut.

Pemerintahan Perdana Menteri Yoshihide Suga pada Senin (27/9) merilis rancangan strategi keamanan siber untuk tiga tahun ke depan, Kantor Berita Kyodo melaporkan.

Kabinet Suga diperkirakan akan segera mengadopsi rancangan tersebut.

Strategi yang baru itu nantinya akan menggantikan strategi saat ini yang disetujui oleh Jepang pada Juli.

"Situasi di dunia maya membuat risiko berkembang cepat menjadi situasi kritis dan bahwa tiga negara itu diduga terlibat dalam aksi siber yang agresif," tulis laporan tersebut yang mengutip rancangan pemerintah.

Baca juga: Peretas China curi data pemerintah Kamboja
Baca juga: Norwegia sebut serangan siber ke parlemennya berasal dari China


Belum dipastikan apakah petahana pemerintah Partai Demokrat Liberal (LDP) akan mengesahkan strategi tersebut sebelum Suga mengundurkan diri sebagai perdana menteri pada minggu pertama Oktober.

Suga pada awal September mengumumkan dirinya enggan mencalonkan diri dalam kepimpinan partai

LDP akan menggelar pemilihan kepemimpinan partai pada Rabu dan ketua yang baru diperkirakan akan menggantikan Suga.

Menurut laporan itu, rancangan itu berbunyi: "Jepang akan melakukan aksi balasan yang keras dengan memanfaatkan segala cara yang efektif dan kemampuan yang ada, termasuk respons diplomatik dan hukuman pidana."

Jepang akan "mempercepat kerja sama" dengan tiga mitra Quad mereka, yakni AS, Australia dan India, dalam keamanan siber.

Selain itu, Jepang juga akan bekerja sama dengan ASEAN "untuk mewujudkan kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka."

Sumber: Anadolu
​​​​​​​
Baca juga: Kejahatan siber di Australia meningkat selama pandemi
Baca juga: Biden: Serangan siber dapat sebabkan perang di dunia nyata

 

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021