Jakarta (ANTARA) - Ketersediaan spektrum frekuensi radio akan mendorong jaringan 5G tersedia lebih luas di Indonesia.

"Kami mengharapkan ada lebih banyak spektrum frekuensi radio yang tersedia, untuk membantu mendorong ekosistem dan pengalaman 5G," kata Kepala Ericsson Indonesia, Jerry Soper, saat webinar tentang 5G, Rabu.

Tiga operator seluler Indonesia sudah menggelar jaringan 5G untuk komersial sejak pertengahan tahun ini. Masing-masing menggunakan spektrum frekuensi radio 2,3GHz (Telkomsel) dan 1,8GHz (Indosat Ooredoo dan XL Axiata).

Baca juga: Ericsson raih penghargaan untuk infrastruktur jaringan 5G

Spektrum frekuensi radio dibagi menjadi tiga lapis, yaitu lapisan bawah (low-band), tengah (mid-band) dan tinggi (high-band atau millimeter wave band).

Spektrum frekuensi lapisan bawah berada di bawah 1GHz, memiliki daya tembus bangunan dan daya jangkaunya relatif luas.

Lapisan tengah atau middle-band berada pada rentang 1GHz hingga 6GHz, ketiga operator seluler di Indonesia menggunakan lapisan ini untuk menggelar 5G komersial.

Lapisan teratas berada di atas 6GHz, mampu menghasilkan transmisi dalam kapasitas sangat besar berkat lebar pita yang juga besar.

Karakteristik setiap lapisan spektrum frekuensi berbeda. Secara umum, semakin rendah spektrumnya, semakin luas daya jangkaunya.

Sementara dari segi kapasitas, semakin tinggi spektrum frekuensi, semakin besar kapasitas yang dimiliki.

Spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk 5G di Indonesia saat ini baru lapisan tengah. Setelah menggelar 5G, menurut Soper, operator seluler akan berupaya meningkatkan kapabilitas jaringan supaya bisa menampung lebih banyak lalu lintas data.

"Jika lebih banyak spektrum, akan membantu penggelaran 5G sedikit lebih cepat," kata Soper.

Penggunaan 5G komersial di Indonesia akan sangat dipengaruhi seberapa besar permintaan terhadap layanan tersebut, menurut Kepala Solusi Jaringan Ericsson Indonesia, Ronni Nurmal, salah satunya dipicu ketersediaan gawai 5G dengan harga terjangkau.

Tidak hanya gawai, konten yang secara spesifik membutuhkan kecepatan juga berpengaruh terhadap permintaan 5G.

Contoh kasus di Korea Selatan, permintaan 5G datang dari konten game. Menurut Ronni, permintaan yang spesifik menyasar 5G belum terbentuk di Indonesia.

"Ketika konten tersedia dan ada perangkat, kemudian muncul permintaan, operator seluler akan berlomba-lomba menyediakan 5G," kata Ronni.

Baca juga: Dubes RI undang perusahaan Swedia tingkatkan investasi di Tanah Air

Baca juga: Konsumen Indonesia tertarik pindah ke 5G

Baca juga: Ericsson: 5G percepat transformasi digital Indonesia

 

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021