Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Sardjono Jhony Tjitrokusumo menyatakan siap mundur dari jabatannya jika terbukti peristiwa jatuhnya pesawat Merpati MA-60 di Teluk Kaimanan, Papua pada Sabtu (7/5) karena alasan teknis.

"Pesawat MA-60 dalam kondisi "save" (aman). Dan kalau terbukti kejadian ini karena kesalahan teknis saya siap mundur," kata Jhony usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DP, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Selasa.

Hal itu diungkapkan Jhony menanggapi pernyataan sejumlah kalangan bahwa pesawat jenis MA-60 buatan pabrikan Xian China Air Craft itu tidak berkualitas.

Ia menyatakan dari sisi teknis pesawat MA-60 memiliki teknis yang cukup tinggi di kelas sejenis, dan perusahaan Xian juga memiliki reputasi.

"China sudah membuat pesawat dari 1953, jauh lebih dulu dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Jadi jangan berspekulasi terlebih dahulu mengenai penyebab kecelakaan pesawat tersebut," ujarnya.

Dia juga menyarankan, dalam kasus kecelakaan pesawat tidak serta merta menyalahkan pesawat yang nahas.

"Pesawat jenis Boeing maupun Airbus juga pernah mengalami kecelakaan. Tapi tidak harus semua pesawat jenis itu dihentikan penggunaannya," ujarnya.

Menurutnya, penyebab pasti kecelakaan MA-60 yang menewaskan 23 orang penumpang sedang ditangani Komite Keselamatan Nasional Transportasi (KNKT).

"Kita tunggu hasil dari rekaman percakapan pada "black box" akan dibawa ke China untuk membaca kronologis penyebab kecelakaan dan penelitian lebih lanjut," tegasnya.

Pada kesempatan itu, Jhony yang sebelumnya berkarir sebagai pilot pada maskapai penerbangan Ettihad ini meminta sejumlah pihak untuk menahan diri berkomentar lebih jauh soal kecelakaan tersebut.

"Informasi yang beredar di masyarakat tidak seluruhnya benar sangat merugikan Merpati. Perusahaan memang sedang terpuruk akibat kesalahan manajemen di masa lalu, namun jangan ditambah dengan komentar yang makin merugikan kami," ujarnya.

Diketahui PT Merpati pada tahun 2006 mencapai kesepakatan dengan Xian Aircraft untuk pengadaan 15 pesawat jenis MA-60.

Dalam kesepakatan itu, pemerintah Indonesia meminta pinjaman dari Export-Import Bank of China sebesar 1,8 miliar reminbi yuan atau setara dengan Rp2,1 triliun yang kemudian diteruskan kepada Merpati untuk membayarkan atas pseawat yang diteima.

Pada 2007 karena belum adanya keputusan pembiayaan dari pemerintah, maka Merpati baru menerima sebanyak 2 unit MA-60 melalui program sewa beli (lease program).

Kemudian pada Desember 2010 kembali diterima sebanyak 11 unit setelah memperoleh persetujuan pada APBN 2010.

Sisanya sebanyak 2 unit dijadwalkan akan didatangkan pada 19 dan 20 Mei 2011.(*)
(R017/ANT)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011