Jakarta (ANTARA) - Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia menegaskan Indonesia akan selalu hadir di Laut Natuna Utara demi menjaga hak kedaulatan negara dari ancaman negara lain.

Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Aan Kurnia saat jumpa pers di Jakarta, Rabu, menyampaikan kehadiran negara itu tidak hanya dalam bentuk patroli tetapi juga simbol-simbol negara yang tujuannya untuk menunjukkan Laut Natuna Utara bagian dari wilayah Indonesia.

“Simbol-simbol negara selalu hadir, Bakamla, TNI Angkatan Laut, harus selalu hadir,” tegas dia saat menyampaikan kinerja Bakamla sepanjang 2021 pada sesi jumpa pers.

Di samping itu, strategi lain yang telah dijalankan Bakamla untuk menjaga Laut Natuna Utara antara lain eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, salah satunya pengeboran minyak lepas pantai yang berlangsung sejak awal Juni sampai November 2021.

“Kami berharap (eksplorasi dan eksploitasi) ini bisa ditingkatkan,” kata Aan kepada wartawan.

Baca juga: Bakamla gandeng Pemkab tingkatkan keamanan di Natuna

Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan Laut Natuna Utara memiliki potensi sumber daya laut yang melimpah. Namun, pemanfaatannya masih belum optimal, terutama untuk komoditas perikanan.

“Jadi, bukan aparat saja, tetapi ekonomi juga, eksplorasi (sumber daya alam) itu yang harus didorong kementerian/lembaga,” tegas dia.

Kemudian, Bakamla juga menjalankan kerja diplomasi sebagai strategi membangun kepercayaan dan menjaga hak kedaulatan negara di Laut Natuna Utara.

“Diplomasi dilakukan baik di level Kementerian Luar Negeri, dan Bakamla juga melakukan diplomasi (ke badan keamanan laut negara-negara di kawasan dan di luar kawasan),” terang Laksdya Aan.

Aan menjelaskan tiga langkah itu merupakan strategi yang telah dilaksanakan Bakamla untuk menjaga hak kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara.

Langkah-langkah penjagaan itu penting terus dilakukan karena Laut Natuna Utara, yang berada di ujung selatan Laut China Selatan, diklaim oleh China sebagai bagian dari wilayahnya.

Baca juga: Bakamla jelaskan situasi Natuna

Pemerintah China pada minggu pertama bulan ini menyuarakan klaim itu dan memprotes aktivitas pengeboran minyak lepas pantai yang dilakukan Indonesia di Laut Natuna Utara.

Menurut China, Laut Natuna Utara merupakan bagian dari perairan tradisionalnya sebagaimana ditentukan dalam batas sembilan garis putus-putus (nine dash line).

Namun, Pemerintah Indonesia tunduk pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) yang menetapkan ujung selatan Laut China Selatan merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Oleh karena itu, Bakamla terus menjaga kegiatan pengeboran minyak lepas pantai di Laut Natuna Utara berjalan sampai tuntas, meskipun dalam prosesnya, kapal penjaga pantai China berlayar mengelilingi lokasi pengeboran pada jarak 2,9 mil laut.

Kapal-kapal Bakamla dan TNI Angkatan Laut pun merespon manuver itu dengan membayangi pergerakan kapal penjaga pantai China.

Baca juga: Bakamla soroti perkembangan situasi keamanan Laut Natuna Utara dan LCS

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021