Jambi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur membentuk Forum Kolaborasi Pengelolaan dan Perlindungan Lanskap Sungai Buluh untuk pengelolaan secara optimal Hutan Lindung Gambut (HLG) Sungai Buluh dan menjadi bagian dari upaya menjaga keutuhan hutan di Provinsi Jambi.

Hal ini mendesak dilakukan mengingat gambut yang menyimpan cadangan karbon sangat besar dapat menjadi ujung tombak upaya mitigasi perubahan iklim, pengendali bencana alam, dan penunjang perekonomian masyarakat sekitar.

Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Ade Candra, mengemukakan pentingnya upaya bersama untuk perlindungan HLG Sungai Buluh. Hutan Lindung Gambut Sungai Buluh satu-satunya hutan lindung gambut yang masih memiliki tutupan hutan secara baik.

"Kolaborasi pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait tersebut serta masyarakat dapat mengelola, setelah pemerintah telah memberikan akses atau legalisasinya, maka KKI Warsi mendorong supaya masyarakat juga bisa mengelola hutan, baik di hutan lindung dan produksi, sebagaimana kita ketahui masyarakat banyak yang bergantung kepada hutan,” kata dia.

Hutan Lindung Gambut Sungai Buluh yang memiliki luas 17.476 hektare tersebut, saat ini sedang menghadapi tekanan secara kuat, seperti berupa ancaman kebakaran hutan, perambahan, dan pembalakan liar.

Ancaman ini menjadi permasalahan tersendiri karena HLG Sungai Buluh memiliki tegakan pohon yang rapat dan merupakan cadangan karbon yang cukup tinggi.

Oleh karena itu, menjaga kelestarian HLG Sungai Butuh menjadi kebutuhan penting dan mendesak.

Baca juga: Tiga desa di Musi Banyuasin bentuk Masyarakat Peduli Restorasi gambut

Untuk mengendalikan ancaman terhadap kawasan hutan lindung gambut ini, Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan KKI Warsi berinisiatif membentuk forum kolaborasi semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun lembaga swadaya masyarakat. Peranan forum itu berupaya untuk membantu masyarakat mengelola secara baik lanskap HLG Sungai Buluh.

Pihak yang berkolaborasi dalam pengelolaan lahan gambut Sungai Buluh itu, antara lain Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kapolsek Mendahara Ulu, organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Tanjung Jabung Timur, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tanjung Jabung Timur, masyarakat desa sekitar lanskap Sungai Buluh, serta pihak swasta, seperti Bank 9 Jambi.

Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekretaris Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur Sutjipto mengemukakan pembentukan forum itu sebagai tindak lanjut atas penandatanganan nota kesepahaman KKI Warsi dan pemerintahan kabupaten setempat terkait dengan pengelolaan dan pelestarian hutan gambut di daerah itu.

Forum ini menjadi wadah semua pihak berkolaborasi, salah satunya untuk membantu masyarakat yang memiliki izin perhutanan sosial di sekitar lanskap tersebut, memanfaatkan hutan secara baik dan pengelolaan hutan secara lestari.

Sebenarnya, terdapat tiga desa yang memiliki persetujuan perhutanan sosial serta satu yang masih dalam proses persetujuan perhutanan sosial di kawasan HLG Sungai Buluh, yaitu Hutan Desa Pematang Rahim dengan luas 1.185 ha, Hutan Desa Sinar Wajo dengan luas 5.500 ha, dan Hutan Desa Sungai Beras dengan luas 2.200 ha, sedangkan Hutan Desa Pandan Lagan masih dalam proses persetujuan perhutanan sosial.

Ia juga mengharapkan, forum tersebut dapat membantu dan membuka jalan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di lanskap Sungai Buluh.

"Walaupun kita ketahui beberapa perhutanan sosial telah melakukan kegiatan, namun perlu adanya dukungan dari organisasi perangkat daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak swasta untuk mendukung kegiatan tersebut” tambahnya.

Baca juga: KLHK siapkan sistem monitoring kegiatan restorasi perusahaan HTI

Masyarakat di sekitar lanskap Sungai Buluh bersama KKI Warsi telah melakukan berbagai kegiatan untuk mendorong pengelolaan dan perlindungan kawasan, terutama kawasan perhutanan sosial.

"Saat ini kita bersama masyarakat telah melakukan rehabilitasi dengan menanam kopi dengan varian Liberika seluas 35 ha dari 1.000 ha lahan bekas terbakar pada 2015 lalu, dan sekarang sudah mulai berbuah, hal ini dapat menjadi contoh baik untuk menyusun kegiatan kolaborasi yang akan dilakukan jika forum ini terbentuk” kata Ade.

Ketua Kelompok Tani Senang Jaya Desa Sungai Beras, Hamid, mengemukakan terkait dengan komitmen masyarakat untuk berpartisipasi dalam melindungi kawasan sekitarnya agar tetap lestari pada masa mendatang.

"Kami sangat bersyukur telah menerima banyak bantuan dari semua pihak, baik itu dari pemerintahan Tanjabtim (Tanjung Jabung Timur), Dinas Kehutanan, serta pihak-pihak lain dan harapannya kami tidak hanya ingin mendapatkan bantuan, kami juga ingin tahu apa kontribusi kami yang bisa kami lakukan untuk menjaga HLG Sungai buluh,” kata dia.

Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem​​​​​​​ Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Gushendra mengatakan terdapat tiga persoalan terkait dengan hutan di daerah setempat saat ini, yakni kebakaran hutan, pembalakan liar, dan pendampingan pelaksanaan program perhutanan sosial.

Baca juga: Pelaku usaha komitmen lakukan pengelolaan gambut berkelanjutan

Guna mendukung perhutanan sosial, sebenarnya Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, telah menentukan berbagai kewenangan kepada setiap pihak untuk mendukung perhutanan sosial.

"Memang belum disebutkan eksplisit, namun dibuka kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya," katanya.

Ke depan, pembentukan forum ini bisa menjadi model untuk semua pihak berkolaborasi guna mendorong penyelesaian permasalahan yang ada terkait dengan pengelolaan dan pelestarian hutan.

Belajar dari peristiwa masa lalu, bahwa dampak kebakaran dan kerusakan hutan sangat tinggi, sebagaimana perbandingan yang bisa dilihat antara lahan di hutan Londerang dan Sungai Buluh.

Oleh karena itu, perlu upaya pengelolaan dan perlindungan yang mantap atas lanskap tersebut.

Harapannya, ke depan perlu dibuat rencana tindak lanjut, pembagian peran, dan legalisasi melalui surat keputusan bupati setempat agar pengelolaan dan perlindungan terhadap Hutan Lindung Gambut Sungai Buluh bisa optimal.

Baca juga: Dua hektare lahan gambut terbakar di Nagan Raya
Baca juga: Menjaga karbon lewat pengelolaan HLG Sungai Buluh
Baca juga: Memuliakan lahan gambut

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022