Kendari (ANTARA News) - Hasil tangkapan berupa ikan tuna dan gurita di Sulawesi Tenggara, masih jadi unggulan bagi para nelayan dan pengusaha perikanan di Kota Kendari.

Direktur PT Sultra Tuna Samudera Suwondo Wijaya di Kendari, Sabtu mengatakan, selama 2011 volume ekspor gurita dan tuna mencapai lebih dari 1.000 ton dengan tujuan, Hongkong, Jepang dan Amerika Serikat.

Tanpa menyebut berapa nilai ekspor hasil perikanan yang diekspor tersebut, namun ia mengatakan meskipun mengalami penurunan dibanding 2010, aktivitas tetap jalan dan yang masih cukup tersedia adalah hasil tangkapan gurita dan tuna.

"Dibanding dengan komoditi ikan cakalang dan ikan kakap, mengalami pasang surut yang bila dirata-ratakan tidak lebih dari 200 ton selama 2011, atau menurun dibanding 2010 yang mencapai 500 ton.

Ia mengatakan, salah satu penyebab menurunnya ekspor komoditi yang banyak dikonsumsi orang asing itu karena selain hasil tangkapan nelayan berkurang, juga disebabkan pengaruh cuaca 2011 kurang bersahabat sehingga para nelayan tangkap hanya melakukan penangkapan ikan di laut-laut dangkal.

Selain itu, juga kurangnya tenaga buruh yang berprofesi sebagai anak buah kapal (ABK) yang bekerja diperusahaan dan banyak beralih profesi sebagai buruh tambang di Kabupaten Bombana, Konawe Selatan dan Konawe Utara.

Pada 2009 lalu pihaknya masih mempekerjakan karyawan di atas 200 orang, namun karena adanya sektor usaha baru yakni pertambangan maka karyawannya banyak beralih profesi.

"Umumnya pekerja harian lepas itu, hanya masuk berkerja di perusahaan pada saat musim ikan, setelah hasil tangkapan mulai berkurang, para buruh bebas untuk mencari penghasilan tambahan lain di tempat mereka senangi," katanya.

Ia menambahkan, kendala utama yang dialami para nelayan akhir-akhir adalah sudah sulit untuk mendapatkan gurita dan tuna di perairan laut Sultra, sehingga harus mencari ke laut Maluku dan bahkan hingga mencapai di laut Flores.

"Pada 2008, untuk memperoleh gurita, nelayan cukup menelusuri laut di Kabupaten Konawe Selatan dan Bombana, paling jauh ke perairan laut Banggai Sulawesi Tengah, namun saat ini jaraknya sudah sangat jauh, sehingga mempengaruhi tambahan bahan bakar minyak khususnya solar," katanya.

Ia mengatakan, biasanya setiap kapal membutuhkan BBM 1.000 liter sekali melaut, kini harus menambah menjadi 1.500 liter untuk sekali melaut. (A056/M027/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011