Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung membantah kasus dugaan korupsi pada divestasi saham PT Kaltim Prima Coal dengan tersangka Gubernur Kaltim Awang Farouk Ishak, telah dihentikan penyidikannya atau di SP3.

"Kasus Awang Farouk masih dipenyidikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Noor Rachmad menanggapi pemberitaan media lokal Kaltim yang menyebutkan bahwa kasus Awang Farouk sudah di SP3 di Jakarta, Kamis.

Saat ditanya mengenai status Awang Farouk yang diturunkan menjadi saksi dalam kasus tersebut, Noor Rachmad juga membantahnya.

"Tidak benar (diturunkannya status Awang menjadi saksi)," katanya.

Kejagung sendiri sampai sekarang belum memeriksa mantan Bupati Kutai Timur tersebut karena belum mengajukan kembali permohonan yang sudah diperbaiki ke Presiden.

Padahal Kejagung mengajukan permohonan izin pemeriksaan Awang ke Presiden sejak November 2010 namun pada Desember 2010 dikembalikan ke kejaksaan dengan alasan belum dilengkapi hasil audit dari Badan Pemerika Keuangan (BPK).

Hasil audit BPK tersebut, guna menentukan apakah divestasi saham PT KPC itu ada unsur kerugian negara atau tidak.

Sebelumnya, LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia menyatakan kejaksaan sebenarnya sudah bisa memeriksa Gubernur Kalimantan Timur, Awang Farouk Ishak, tanpa harus menunggu turunnya surat izin dari Presiden.

"Ada atau tidak adanya surat izin dari presiden, Awang Farouk itu sudah bisa diperiksa mengingat permohonan izin pemeriksaannya sudah melewati batas waktu 60 hari," kata Koordinator LSM MAKI, Boyamin Saiman, di Jakarta, Selasa.

Boyamin menyatakan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 menyebutkan masa 60 hari bagi kepala daerah dan 30 hari bagi anggota legislatif sejak diajukan penyidik, maka izin Presiden itu tidak relevan lagi untuk diproses.

Kemudian, ada surat edaran Mahkamah Agung (MA) bahwa lewat 60 hari bagi kepala daerah dan 30 hari bagi anggota legislatif, pemeriksaan bisa dilakukan.

"Sedangkan Kejagung sendiri mengajukan permohonan izin pemeriksaan kepada Presiden pada November 2010," katanya.

(T.R021/R007)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011