Untuk mengadakan (sebuah) konferensi donor, anda harus terlebih dulu menciptakan perdamaian dan keamanan di lapangan."
Khartoum (ANTARA News) - Pemberontak yang berperang selama 10 tahun di Darfur, Sudan, Minggu mengecam pertemuan donor internasional di Doha, Qatar, yang mengupayakan dukungan bagi "pembangunan kembali" wilayah yang dilanda kekerasan itu.

"Saya mengecam keras" pertemuan itu, yang dimulai Minggu di negara Teluk Qatar, kata Abdel Wahid Mohammed al-Nur, pemimpin sebuah kelompok Tentara Pembebasan Sudan, lapor AFP.

"Untuk mengadakan (sebuah) konferensi donor, anda harus terlebih dulu menciptakan perdamaian dan keamanan di lapangan," kata Nur, yang meluncurkan pemberontakan pada 2003.

Dalam pernyataan kepada AFP, Nur menuduh bahwa uang dari donor "tidak akan sampai kepada rakyat".

Gibril Adam Bilal, juru bicara kelompok gerilya utama Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM), meminta masyarakat internasional "tidak ikut memberi pemerintah Sudan peluang untuk melakukan kejahatan" terhadap rakyat.

Konferensi Doha, yang berakhir pada Senin, disepakati sesuai dengan perjanjian perdamaian Juli 2011 yang ditandatangani pemerintah Khartoum dan aliansi kelompok sempalan pemberontak Darfur di Doha.

Gerakan-gerakan utama seperti JEM dan kelompok pimpinan Nur menolak menandatangani perjanjian perdamaian itu.

JEM adalah satu dari sejumlah kelompok Darfur yang memberontak pada 2003 untuk menuntut otonomi lebih luas bagi wilayah barat yang gersang itu. Mereka kini dianggap sebagai kelompok pemberontak yang paling kuat di Darfur.

Perpecahan di kalangan pemberontak dan pertempuran yang terus berlangsung menjadi dua halangan utama bagi perundingan perdamaian yang berlangsung sejak 2003 di Chad, Nigeria dan Libya, sebelum pindah ke Doha.

Bentrokan-bentrokan antara pasukan Sudan dan gerilyawan masih terus berlangsung di Darfur meski misi penjaga perdamaian terbesar dunia UNAMID ditempatkan di wilayah Sudah barat itu.

Misi PBB-Uni Afrika di Darfur (UNAMID), yang kini berjumlah 23.500 orang dan merupakan misi penjaga perdamaian terbesar di dunia, ditempatkan di Darfur, Sudan barat, sejak 2007 untuk berusaha mengakhiri permusuhan antara pemberontak dan pemerintah Sudan.

PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan. Pemerintah Khartoum menyebut jumlah kematian hanya 10.000.

Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) yang bermarkas di Den Haag mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Sudan Omar al-Bashir pada 2009 atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di Darfur, Sudan barat. Bashir juga dituduh melakukan genosida dalam surat perintah penangkapan selanjutnya.

Bashir telah membantah tuduhan-tuduhan pengadilan Den Haag dan menyebutnya sebagai bagian dari konspirasi Barat untuk menjatuhkannya. Surat perintah penangkapan itu merupakan yang pertama dikeluarkan pengadilan internasional tersebut terhadap seorang kepala negara yang aktif. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013