... saya tidak bisa membayangkan tidur di luar di jalanan Istanbul... "
Istanbul, Turki (ANTARA News) - Ribuan warga Turki memadati jalanan, Sabtu, untuk bergabung dalam demonstrasi massal anti-pemerintah.

Mereka menentang imbauan Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, untuk mengakhiri kerusuhan sipil terburuk sepanjang satu dekade kepemimpinannya.

Para pengunjuk rasa meniup-niupkan peluit serta mengibar-ngibarkan bendera di Lapangan Taksim di Istanbul, yang menjadi pusat penggelaran demonstrasi yang pecah pada 31 Mei lalu.

Warga-warga lainnya membawa selimut serta makanan untuk tinggal selama akhir pekan di Taman Gezi, yang sekarang menjadi tempat berkemah.

"Pekan lalu, saya tidak bisa membayangkan tidur di luar di jalanan Istanbul," kata warga bernama Aleyne (22 tahun). "Sekarang saya tidak bisa bayangkan bagaimana saya bisa kembali lagi."

Sejumlah demonstrasi terbaru juga dilakukan di ibukota Istanbul, Ankara, yang diikuti oleh lebih dari 1.000 orang yang melakukan aksi mereka secara damai di Lapangan Kizilay sambil menyanyikan lagu-lagu revelusioner dan menari-nari.

Sementara itu, Erdogan sedang menggelar pertemuan dengan para pejabat tinggi partainya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) untuk membahas krisis tersebut.

Adapun wakil perdana menteri pada Sabtu dijadwalkan akan menyampaikan pidato.

PM Erdogan pada Jumat mengimbau warga untuk mengakhiri protes mereka.

Ia mengatakan pemerintahannya yang berakar Islam terbuka bagi "tuntutan-tuntutan demokratis" namun menekankan bahwa aksi-aksi unjuk rasa itu "sudah mendekati perusakan".

Kekacauan politik di Turki meletus setelah polisi melakukan tindakan sangat keras saat berlangsungnya demonstrasi kecil yang ditujukan untuk menyelamatkan Taman Gezi dari pemusnahan.

Insiden itu kemudian bergulir menjadi unjuk rasa di seluruh negeri menentang Erdogan dan AKP, yang dilihat semakin otoriter.

Polisi telah menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan para pengunjuk rasa dalam bentrokan yang menewaskan tiga orang dan mengakibatkan ribuan orang luka-luka serta menodai citra Turki sebagai model demokrasi yang Islami itu.

Dalam upaya untuk menurunkan ketegangan, walikota Istanbul Kadir Topbas pada Sabtu mengatakan bahwa taman tersebut tidak akan diubah menjadi pusat perbelanjaan seperti yang dikhawatirkan berbagai pihak.

Namun, pembangunan kembali barak-barak militer masa Ottoman akan terus berlangsung, katanya, mengulang pernyataan yang sama yang sebelumnya disampaikan oleh Erdogan. "Rencana pembangunan barak merupakan bagian dari janji-janji kami pada saat pemilihan," kata walikota kepada para wartawan.

Erdogan menghadapi kecaman internasional atas caranya menangani unjuk rasa di Turki.

Turki adalah negara anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) serta mitra strategis kunci bagi Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Barat.

Komisioner Perluasan Uni Eropa, Stefan Fule, yang berbicara di Istanbul pada Jumat, mendesak dilakukannya penyelidikan "secara cepat dan transparan" menyangkut kekerasan saat unjuk rasa.

Namun, Erdogan menuduh pihak-pihak yang melancarkan kritik terhadapnya menerapkan standar ganda.

Ia mengatakan, mereka yang terlibat dalam unjuk rasa serupa di negara Eropa "menghadapi tindakan yang lebih keras".

Serikat dokter nasional Turki mengatakan bahwa kerusuhan sipil itu sejauh ini telah menewaskan dua warga pengunjuk rasa serta satu polisi sementara 4.800 orang lainnya di seluruh Turki mengalami luka-luka.

(T008/H-AK)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013