Jakarta (ANTARA News) - Indonesia, melalui Aliansi Masyarakat Adat (AMAN), menyelenggarakan Konferensi Global Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat pada 25 - 28 Agustus, 2013 di Samosir, Sumatera Utara. Konferensi global ini bermanfaat untuk makin memperkuat hasil pemetaan partisipatif untuk wilayah dan hutan masyarakat adat, kata siaran pers dari AMAN kepada ANTARA News, Jumat.

Peta wilayah merupakan prasyarat utama untuk menyatakan keberadaan masyarakat adat dan menjadi alat untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat atas tanah, wilayah, dan sumber daya mereka.

Penyelenggaraan Konferensi Global Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat tersebut merupakan hasil kerja sama AMAN (www.aman.or.id) dan Tebtebba (www.tebtebba.org), pusat studi internasional Masyarakat Adat yang meneliti kebijakan dan pendidikan.

Menurut Abdon Nababan, Sekretaris Jendral AMAN, konferensi global adalah yang pertama setelah vakum selama hampir 10 tahun. Konferensi tersebut akan digunakan untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan pelajaran dari perjalanan pemetaan wilayah adat selama ini di berbagai tempat di dunia.

Peserta konferensi global berasal dari perwakilan organisasi masyarakat adat dan komunitas lokal dari Asia, Afrika, Amerika Latin yang telah melaksanakan pemetaan partisipatif dan inventarisasi sumber daya.

Turut hadir pula organisasi non pemerintah dan pakar pemetaan komunitas, dan perwakilan badan-badan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) serta pemerintah-pemerintah terpilih yang memiliki pengalaman luas dalam mendanai atau melaksanakan pemetaan partisipatif.

"Kami akan mengidentifikasi beberapa studi kasus dari Indonesia, Nepal, Filipina, Brasil, Peru, Nikaragua, dan Kenya. Kami juga akan mempelajari studi kasus dari beberapa organisasi-organisasi non pemerintah dan partner-partner RRI (Rights and Resources Initiative) yang berpengalaman dalam pemetaan komunitas," kata Abdon dalam siaran pers.

Melalui pemetaan partisipatif, masyarakat adat dapat mengembangkan peta komunitas mereka sendiri sehingga membantu mereka mengidentifikasi tanah, hutan, dan sumber daya mereka. Hal itu juga membantu memanfaatkan tanah, hutan, dan sumber daya tersebut, termasuk sistem pengetahuan tradisional, praktik manajemen perhutanan tradisional yang berkelanjutan, dansumber kehidupan mereka, serta membantu mengatasi konflik lahan atas hutan dan wilayah.

Keterlibatan Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan konferensi global ini merupakan kelanjutan dari hasil Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengubah puluhan juta hektar hutan adat, yang semula diklaim sebagai hutan negara, menjadi diakui keberadaannya sebagai milik masyarakat adat.



Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013